AHMAD REZA JATNIKA, S.Pt., M.Si
Dosen Fakultas Teknobiologi, Universitas Tenologi Sumbawa
Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang potensial untuk dipelihara karena dapat hidup pada iklim tropis, periode pemeliharaan dan umur dewasa kelamin yang relatif cepat jika dibandingkan dengan ternak ruminansia besar seperti sapi, kerbau, dan kuda. Selain itu ternak ini juga merupakan salah satu ternak yang banyak berperan dalam membatu memenuhi kebutuhan daging nasional.
Dalam proses pemeliharaannya, ternak ini dipelihara dengan tiga sistem pemeliharaan. Pertama, sistem pemeliharaan intensif yaitu domba dipelihahara di dalam kandang selama 24 jam dimana pakan dan minumannya disediakan oleh peternak. Kedua, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan digembalakan pada siang hari. Ketiga, sistem pemeliharaan ekstensif dimana domba dilepas atau diumbar selama 24 jam di padang penggembalaan dimana kehidupannya tergantung oleh kondisi alam.
Dalam parakteknya para peternak domba lokal kita umumnya memelihara domba menggunakan dua sistem pemelihaaan yaitu sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif. Bila dilihat dari segi produktivitas karkasnya ternyata sistem pemeliharaan secara semi intensif dapat menekan persentase lemak. Hal ini dikarenakan domba dipadang penggembalaan banyak melakukan pergerakan (exercize) dibandingkan dengan domba yang dikandangkan terus menerus. Hal ini menjadi keuntungan bagi para peternak yang ingin menjual daging dengan sedikit lemak (lean meat), dimana akhir-akhir ini para konsumen sudah banyak yang beralih untuk lebih memilih mengkonsumsi daging yang mengandung lemak yang lebih rendah dibadingkan daging dengan perlemakan yang tinggi. Kondisi ini terjadi karena banyak persepsi negatif di tengah masyarakat tentang lemak yang dapat memicu meningkatnya kolesterol pada tubuh yang berdampak buruk bagi kesehatan.
Pemeliharaan domba dengan tujuan menghasilkan persentase otot yang maksimal dengan perlemakan yang minimal untuk menghasilkan daging yang berkualitas, sehat dan aman dikonsumsi atau bisa disebut “greenlamb”, sudah banyak diteliti. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan pakan leguminosa yang memilki kandungan protein diatas 20%. Tanaman Indigofera zollingeriana merupakan salah satu jenis leguminosa yang memilki kandungan nutrisi yang tinggi dengan kandungan protein hingga 29,16%, lemak kasar 3,65%, serat kasar 14,02% dan TDN 75-75%. Kelebihan dari tanaman ini adalah dapat tetap hidup walau di musim kering, serta dapat mengahsilkan bahan kering hingga 4 ton/ha setiap kali panen.
Tanaman yang tinggi nutrisi ini sudah banyak dikembangkan oleh banyak peneliti untuk dijadikan sebagai pakan alternatif dari konsentrat komersial yang notabene memiliki harga yang relatif tinggi. Sebut saja Prof. Dr. Luki Abdullah, M.ScAgr salah satu Dosen di Institut Pertanian Bogor, yang meraih penghargaan sebagai peringkat kedua Dosen Berprestasi Tingkat Nasional berkat salah satu karyanya yang populer yaitu konsentrat hijau indigofera. Beliau menyatakan bahwa konsentrat hijau merupakan pakan padat nutrisi dengan bahan baku utama tanaman Indigofera zollingeriana dengan kandungan serat kasar kurang dari 18%.
konsentrat hijau indigofera menjadi salah satu solusi bagi peternak dalam menekan biaya pakan, dimana biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam proses produksi dengan persentase 70 – 80%. Dari hasil uji coba yang dilakukan oleh peternak di Cijeruk Bogor, penggunaan konsentrat hijau dapat menekan biaya pakan hingga 23% dan meningkatkan bobot badan domba serta meningkakan efesiensi penggunaan protein. Beberapa studi melaporkan bahwa domba yang diberi pakan konsentrat hijau cendrung menghasilkan persentase otot yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan domba yang diberi pakan konsentart komersial. hal ini dikarenakan rendahnya persentase lemak yang terkandung pada karkas domba tersebut, dimana semakin rendah bobot lemak pada karkas maka persentase otot akan meningkat.
Hal yang tak kalah menariknya adalah pemberian pakan konsentart hijau pada ternak dapat menurunkan kandungan kolesterol pada beberapa jenis hasil ternak seperti kolesterol pada telur ayam, telur puyuh, daging broiler, darah kambing dan daging kambing serta daging yang berasal dari ruminansia besar seperti sapi. Hal ini disebabkan oleh kadar saturated fatty acid (SFA) dan polyunsaturated acid (PUFA) yang meningkat akibat dari konsumsi konsentrat hijau tersebut. Tingginya kadar SFA dan PUFA dikarenakan peningkatan persentase asam linoleat, asam linolenat dan asam stearat.
PUFA berperan aktif dalam aktivitas mikrobial pada rumen, yang berdampak pada penurunan kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) atau kolesterol baik dan juga kolesterol LDL (low density lipoprotein) atau kolesterol jahat. Salah satu studi melaporkan bahwa pemberian pakan dengan rasio hijauan dan konsentrat 65:35 menghasilkan kolesterol daging 35,82 mg/100 g, yang lebih rendah dengan jumlah rata-rata 42,8 mg/100 g daging segar pada otot LD (loingisimus dorsi).