Kakatua jambul kuning merupakan salah satu satwa endemik Indonesia, dimana di Nusa Tenggara Barat hanya terdapat di dua lokasi yaitu Pulau Moyo dan Jereweh. Satwa ini merupakan satwa yang dilindungi undang-undang RI No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan nama spesiesnya tertera pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, yaitu Cacatua sulphurea. Sayangnya, berdasarkan status perlindungan IUCN, satwa ini memiliki status critical endangered. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh kegiatan pertanian dan mitos dalam masyarakat.
Kegiatan pertanian merupakan sektor utama yang menopang ekonomi Kabupaten Sumbawa, termasuk Pulau Moyo. Pertambahan jumlah penduduk yang disertai kebutuhan lapangan kerja, membuat lahan Pulau Moyo terus mengalami alih fungsi dari tutupan lahan hutan menjadi lahan pertanian. Berdasarkan pengamatan melalui Google Earth dari tahun 1983 – 2022, menunjukkan adanya pergerakan pembangunan pemukiman dan lahan pertanian kearah kawasan lindung Pulau Moyo. Berkurangnya luasan hutan menyebabkan menurunnya luas habitat kakatua jambul kuning. Terbatasnya area Pulau Moyo sebagai habitat menyebabkan kemungkinan terjadinya tumpang tindih home range (wilayah jelajah) baik intraspesies kakatua jambul kuning, maupun interspesies dengan jenis burung lainnya. Keterbatasan pakan dan adanya resiko penyakit satwa dapat menjadi ancaman bagi populasi kakatua di masa mendatang. Selain itu, perubahan tutupan lahan berpotensi menyebabkan kakatua masuk ke kawasan pertanian dan pemukiman yang meningkatkan resiko satwa ditangkap untuk dipelihara maupun diperjualbelikan.
Perubahan tutupan lahan di dekat kawasan lindung Pulau Moyo sejak tahun 2011 (a.) sampai 2022 (b.) berdasarkan Googlemaps.com
Kepercayaan masyarakat Pulau Moyo akan hal-hal mistis menjadi salah satu tantangan bagi perlindungan kakatua kecil jambul kuning. Dalam kepercayaan masyarakat, suara burung kakatua dianggap merupakan tanda bahaya ataupun membawa kesialan bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat membunuh kakatua untuk menghindari hal tersebut. Padahal kakatua memiliki peran penting bagi habitat dan ekologinya, yang dapat menyebabkan gangguan rantai makanan dan gangguan pada populasi satwa lainnya yang terkait.
Burung kakatua yang ditembak masyarakat
Dokumentasi: Izzul Islam
Tingginya ancaman kepunahan bagi kakatua kecil jambul kuning harus menjadi perhatian bagi semua stakeholder terkait. Pembentukan Taman Nasional Moyo Satonda merupakan langkah besar dalam menjaga kelestarian biodiversitas Pulau Moyo, termasuk kakatua kecil jambul kuning. Diperlukan upaya lainnya seperti penegakan hukum maupun perubahan paradigma masyarakat terhadap keberadaan spesies ini sehingga masyarakat turut serta menjaga populasi spesiesnya. Selain itu, diperlukan banyak penelitian terkait satwa ini sehingga nantinya terdapat alternatif-alternatif lainnya dalam menghadapi tantangan masa depan bagi kelangsungan populasi spesies ini.
“Semoga kedepan semakin banyak penelitian terkait perubahan tutupan lahan maupun konservasi spesies kakatua jambul kuning. Karena sudah seharusnya satwa ini juga menjadi simbol kebanggaan dan kekayaan Pulau Moyo dan Pulau Sumbawa. Jangan sampai keberadaan kakatua jambul kuning di NTB hanya menjadi cerita bagi generasi yang akan datang” Ucap Davit Aldi, M.Si selaku dosen Konservasi Sumber Daya Alam.