Farida Idifitriani, M.Sc, adalah dosen di Program Studi Teknik Informatika Universitas Teknologi Sumbawa. Perempuan yang lahir di Sumbawa 39 tahun lalu ini, baru saja menyelesaikan studi strata dua di Department of Computer Science, Tokyo University of Technology, Jepang. Studi magisternya didapat melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Berangkat ke Jepang bulan April 2017 setelah melewati proses wawancara dengan profesor dan mendapatkan LoA dari Tokyo University of Technology.
Musim dingin serta bahasa Jepang merupakan tantangan tersendiri bagi Bu Ida, demikian sapaan akrabnya di lingkungan UTS.
“Saya alergi dingin,” tuturnya.
Begitu juga dengan bahasa. “Orang Jepang sangat bangga dengan bahasanya, dalam keseharian mereka terbiasa menggunakan bahasa Jepang. Tapi di kampus, karena kelas yang diambil adalah kelas internasional, bahasa pengantar adalah bahasa Inggris,” tukasnya lebih lanjut.
Berikut adalah isi wawancara kami dengan Farida Idifitriani, M.Sc, mengenai pengalamannya selama di Jepang; bicara tentang budaya, sampah dan masyarakat modern:
Kebiasaan orang Jepang itu adalah disiplin. Kita bisa belajar dari orang Jepang, mengapa bangsa ini sedemikian maju. Ternyata berangkat dari hal-hal keseharian seperti disiplin, jujur; nilai-nilai ini sangat kental dalam masyarakat mereka.
Sekedar contoh, ada teman yang kehilangan dompet, uang dan dompetnya kembali utuh. Mencarinya, cukup kita hubungi kantor polisi. Ada banyak kasus yang sama dengan kejadian seperti ini. Keteraturan, ketertiban betul-betul kebiasaan berjamaah sebagai masyarakat.
Di luar proses akademik, ada hal-hal yang tidak saya dapatkan di Indonesia, mengenai kebudayaan orang Jepang. Contoh paling kongkrit adalah masalah sampah menjadi sebuah kebiasaan masyarakat Jepang, yang dibangun dari kesadaran masing-masing. Orang Jepang terbiasa hidup bersih, disiplin, rapi, sehat, sesuatu yang juga ada di Islam; penerapan ajarannya itu justru diterapkan dalam keseharian orang Jepang. Yang membedakan kita dengan orang Jepang adalah penerapannya. Mereka melakukan secara kolosal, secara bersama-sama.
Bagi mereka, masalah sampah ini masalah keseharian; memilah dan membuang sampah. Kita bisa mulai dari institusi pendidikan seperti UTS, memilah sampah organik, an-organik. Dari proses pemilahan dapat dijadikan pembelajaran, pastinya menjadi sebuah kebijakan dan itu dituangkan di program kampus. Penghijauan lingkungan kampus, memilah sampah organik yang tahu prosesnya misalnya jurusan bioteknologi. Jurusan ekonomi, menangani sampah daur ulang yang bernilai ekonomis. Kalau kita tidak mau scope NTB atau Indonesia karena lebih luas, paling tidak scope di institusi kampus dulu, kita mulai lakukan secara berkelanjutan. Masalah kelestarian lingkungan ini masalah serius, masalah kita bersama. Sebagai akademisi kita harus peka, lebih peka dari masyarakat. Sebagai yang terdepan, menyampaikan, sosialisasi ke masyarakat. Karena masyarakat itu, kalau bagus dengan senang hati mengikuti, kita bisa mulai dari kampus kita, itu luarbiasa efeknya. Sepertinya sepele, tapi dampaknya luarbiasa bagi lingkungan kita.
Kita harus peduli lingkungan terutama masalah sampah, tidak apatis. Ini masalah keseharian kita, apalagi kita orang Islam; kebersihan sebagian dari iman. Dalam masalah sampah ini, orang Jepang menerapkan nilai-nilai Islam, sadar sekali dengan kebersihan, sadar dengan ketertiban.
Jadi, bicara negara maju itu bermula dari proses yang dilakukan keseharian. Bagaimana cara buang sampah yang baik dan benar. Tertib administrasi, tertib ngantri, negara maju mulai dari situ. Modern dalam persepsi kita itu sepertinya hanya berkaitan dengan teknologi. Kita mau meloncat kesitu, kesannya mau melompat tinggi, tapi hal mendasarnya itu tidak pernah dijalankan dengan benar. Persepsi saya, melihat Jepang sebagai negara maju dimulai dari hal keseharian, mereka itu bersih, tertib, disiplin, akhirnya tercipta generasi-generasi yang sadar dengan kemajuan teknologi.
Di Indonesia sekarang ini, kita mempersiapkan diri memasuki era industri 4.0. Menurut saya sebagai ibu rumah tangga, kita boleh maju, modern, megah, tapi kalau masalah sampah itu tidak jelas proses penanganannya; lingkungan jadi bau dan tidak sehat. Kalau masalah sampah ini dilakukan dengan baik dan benar, insyaallah penanganan masalah lain akan mengikuti. Kenapa orang Jepang itu bisa, karena mereka memulai dari hal mendasar, mengolah sampah dengan baik dan benar.
Kesimpulannya, ada kontinuitas antara budaya, sampah sampai masyarakat modern seperti di Jepang sekarang ini. Dimulai dari budaya berakhir di teknologi. Itulah masyarakat modern.
Humas & Protokoler UTS
.