Fly Ash dan Bottom Ash atau FABA adalah partikel halus (berupa abu) sisa hasil pembakaran batubara, abu yang naik dan terbang disebut fly ash sedangkan yang tidak naik disebut bottom ash. Sumber utama Faba berasal dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan industri berbahan bakar batubara lainnya. Abu ini merupakan limbah B3 ((Bahan Berbahaya dan Beracun), sampai terbitnnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, FABA yang merupakan limbah hasil sisa pembakaran di PLTU dikategorikan menjadi limbah non-B3. Hal tersebut disebabkan pembakaran batu bara dari PLTU dilakukan pada temperatur tinggi sehingga kandungan karbon yang tidak terbakar menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan KESDM pada tahun 2018, proyeksi kebutuhan batubara hingga 2027 sebesar 162 juta ton. Prediksi potensi FABA yang dihasilkan sebesar 16,2 juta ton, dengan asumsi 10% dari pemakaian batubara. Banyaknya limbah abu batubara yang dihasilkan tidak seiring dengan cara penanganannya. Sebagian besar masih terbatas melalui penimbunan lahan (landfill). Jika tidak dimanfaatkan dan tidak ditangani dengan baik, maka dapat berpotensi menimbulkan pencemaran. Pemerintah mendorong industri terkait untuk memanfaatkan limbah B3 yang dihasilkannya sebagai model Circular Economy.
FABA selayaknya dipandang sebagai sumberdaya yang dapat memberikan manfaat ekonomi, bukan sebagai limbah berbahaya yang tidak bernilai guna. Dengan perkembangan teknologi, peluang FABA sangatlah terbuka untuk dijadikan sebagai substitusi bahan baku produk berbagai industri.
Menyusul hal tersebut, saat ini UTS telah membangun kerjasama dengan PT. PLN Unit Induk Wilayah NTB terkait pemanfaatan faba menjadi bahan pembuatan paving block. Sebelumnya, UTS sendiri memang telah memiliki pengalaman terkait pembuatan paving block, sehingga terjalinlah kerjasama dengan PLN terkait pemanfaatan faba menjadi bahan baku pembuat paving yang tidak kalah kuatnya dari komposisi semen dan pasir. Kerjasama ini adalah hasil diskusi lanjutan antara Rektor UTS Chairul Hudaya, Ph. D dengan Lasiran General Manager PT. PLN UIW NTB pada September 2021 lalu.
Selain itu sebelumnya, PLN dan UTS telah bekerjasama dalam penyusunan dokumen UKL-UPL dan perizinan lingkungan untuk kegiatan pembangunan jaringan listrik 20 kV listrik perdesaan di sistem Sumbawa. Dimana projek pembangunan jaringan listrik pedesaan ini akan dibangun di 6 lokasi yaitu, Dusun Punik, Desa Rarak Ronges, Desa Lebin, Desa Kelawis, Dusun Brang Bako, dan Dusun Sili. Telah berjalan sejak Agustus 2021.
Rektor UTS Chairul Hudaya, Ph.D menerangkan, “melalui kerjasama pemanfaatan faba ini, kami yakin limbah faba ini akan menjadi lebih bernilai. Ini tidak hanya akan membantu PLN dalam mengolah dan mengurangi limbah faba tetapi juga bernilai ekonomis. UTS sebagai institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk turut memberikan kontribusi diberbagai bidang, termasuk bersinergi tidak terkecuali dengan PLN. Melalui projek-projek ini, semoga kami UTS dapat memberi lebih untuk masyatakat. Menunjukan kontribusi kami melalui aksi nyata.” Pungkas Chairul Hudaya.