Membangun Keunggulan Kompetitif berbasis Produk Unggulan Desa

1Dosen Prodi Manajemen, 2Prodi Ekonomi Pembangunan, 3Prodi Teknik Informatika Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) Jl. Raya Olat Maras, Batu Alang, Moyo Hulu, Pernek, Kec. Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. 84371

Oleh: Abdul Salam,S.E.,M.M.A.F.A1, Edi Irawan2, Nawassyarif3

Secara historis desa menjadi titik kritis sekaligus titik balik perjuangan rakyat Indonesia, dalam memenangkan suatu pertempuran, kemudian merdeka melapaskan diri dari ratusan tahun dibawah penindasan, ketidakadilan, arogansi, pembunuhan karakter serta pembunuhan mental sebagai suatu bangsa yang beradab dan berdaya saing global, dimana dihampir seluruh kota-kota besar dan penting telah dikuasai oleh penjajah dalam segala bidang kehidupan kota. Desa akan mempertegas identitas dan jatidirinya ketika kekuatan simpul perjuangan nasional melirik desa sebagai pusat strategi dan komando perjuangan yang membebaskan dan memanusiakan manusia.

Menajamenen Daya Saing Desa perlu tingkatkan karena Indonesia memiliki posisi strategis di Pasifik (Rustam I, 2018). Tidak terpungkiri lagi bahwa posisi strategis Indonesia yang berada di jantung perlintasan perdagangan dunia, di antara dua benua dan dua samudra, serta menyimpan sejumlah besar mineral, biota, minyak dan gas di dalam perut buminya, terlebih penuh dengan kesuburan di hamparan hutannya, adalah negara yang sangat kaya. Dengan kekayaannya itu Indonesia kini menjadi sasaran utama negara tujuan investasi yang sangat potensial bagi negara-negara lain. Bagi Indonesia investasi asing hanyalah suplemen dari anggaran pembangunan yang sudah terencana dalam APBN dan RPJMN, sehingga jumlah dan peruntukannya pun telah terkontrol dengan baik. Dengan dua jenis skema anggaran dan pembangunan itu Indonesia terus bergerak membenahi diri menghadapi persaingan global.

Keunggulan kompetitif atau keunggulan bersaing adalah kemampuan yang diperoleh melalui karakteristik dan sumber daya suatu desa atau daerah diberbagai wilayah di Indonesia untuk memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan desa-desa lain pada industri atau pasar yang sama. Hal ini Indeks Desa Membangun (IDM) adalah indeks komposit yang dibentuk dari 3 jenis indeks, yakni Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan. Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju desa maju dan mandiri diperlukan kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan desa untuk mensejahterakan kehidupan desa.

Indeks Ketahanan Sosial terdiri dari: (1) Dimensi Modal Sosial (indikator solidaritas sosial, memiliki toleransi, rasa aman penduduk, kesejahteraan Sosial); (2) Dimensi Kesehatan (indikator pelayanan kesehatan, keberdayaan masyarakat, dan jaminan kesehatan); (3) Dimensi Pendidikan (indikator akses ke pendidikan dasar dan menengah, akses ke pendidikan non formal dan akses ke pengetahuan); (4) Dimensi Permukiman (indikator akses ke air bersih, akses ke sanitasi, akses ke listrik, dan akses ke informasi dan komunikasi).

Indeks Ketahanan Ekonomi terdiri dari Dimensi Ekonomi (indikator keragaman produksi masyarakat desa, tersedia pusat pelayanan perdagangan, akses distribusi/ logistik, akses ke Lembaga keuangan dan perkreditan, Lembaga ekonomi, dan keterbukaan wilayah). Indeks Ketahanan Lingkungan/ Ekologi terdiri dari Dimensi Ekologi (indikator kualitas lingkungan dan potensi rawan bencana dan tanggap bencana) (sumber: https://idm.kemendesa.go.id,2022).

Salah satu bukti dari keseriusan Indonesia adalah realisasi pembangunan Infrastruktur yang secara nyata telah berhasil di beberapa wilayah. Pembangunan itu bertujuan agar konektivitas antar kabupaten/kota, provinsi dan nasional menjadi mudah dan praktis sehingga akan menaikkan dinamika sosial dan ekonomi, yang berdampak pada naiknya jam kerja dan pendapatan masyarakat. Alasan pembangunan infrastruktur ini sangat masuk akal, seperti apa yang kita lihat saat ini, meskipun Indonesia telah 75 tahun merdeka, faktanya infrastruktur di banyak daerah terutama daerah terpencil seperti di sebagian Kalimantan, Maluku, Papua, Sumatera, Nusa tenggara dan Sulawesi masih sangat mengenaskan karena keterpencilannya itu mereka tidak dapat bergerak secepat masyarakat kota, akibatnnya mereka tertinggal dalam beberapa bidang pembangunan baik pendidikan, sosial maupun ekonomi. Mereka hidup dalam kemiskinan subsisten, belum tersentuh merata ilmu pengetahuan dan teknologi secara memadai, dan bahkan gerak langkah kehidupannya sangat terbatas.
Faktor utama membangun negara yang ber Daya Saing tinggi antara lain adalah sumberdaya manusia (SDM) dan Iptek. Berdasakan wilayah, SDM terdiri dari dua kelompok yaitu SDM yang tinggal di perkotaan dan desa. Masyarakat kota secara umum dinilai maju dalam berbagai hal, mereka terfasilitasi infrastruktur yang memadai, akses pendidikan yang lebih mudah, sedangkan masyarakat Desa umumnya memiliki ciri-ciri sebaliknya. Disparitas kaya miskin masih belum berhasil diturunkan secara signifikan. Disparitas ini tecermin dari kehidupan kota yang maju dan kehidupan desa yang serba terbatas. Sementara itu, desa penuh dengan kekayaan alam melimpah, mineral, biota, tambang, minyak dan gas serta hamparan hutan yang luas, cukup menjamin kehidupan Desa. Namun lagi-lagi yang memanfaatkan kekayaan alam desa umumnya didominasi masyarakat kota. Inilah yang menyebabkan disparitas itu masih lebar hingga saat ini. Dari data menyebutkan bahwa kesenjangan dalam Gini Ratio masih berada di sekitar 0,4, dan ini terjadi sejak tahun 2007, adapun, Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,314. Angka ini turun dibandingkan Gini Ratio Maret 2021 yang sebesar 0,315 dan Gini Ratio September 2020 yang sebesar 0,319, jadi jika dibandingkan dengan tahun 2007 (14 tahun silam) nlai gini rasio ini justru turun. Oleh karena itu perlu ada suatu keunggulan yang berdaya saing pada masyarakat desa untuk membantu pemerintah meggenjot pembangunan infrastruktur, jika ini berhasil, setidaknya masyarakat Desa memiliki fasilitas untuk mengejar ketertinggalanya dengan masyarakat kota. Masyarakat desa akan bisa menggunakan waktu lebih panjang untuk belajar meningkatkan produktivitas, dalam mengabdi dan berpikir jernih di alam yang murni.

Dalam penguasaan Teknologipun, masyarakat kota dengan pengetahuannya memiliki kapasitas untuk menguasai teknologi lebih baik, sementara masyarakat desa hanya bisa menguasai Teknologi sederhana, itupun baru bisa tersinergi jika infrastruktur desa dapat diwujudkan segera. Sementara itu, sebagian besar penduduk di desa tertinggal hidup dalam infrastruktur yang memprihatinkan, mereka harus menempuh jarak sejauh 6-10 km ke pusat pemasaran (terutama pusat kecamatan), bahkan di desa lainnya penduduk harus menempuh jarak lebih dari 10 km dengan kondisi jalan yang memprihatinkan. Penduduk yang terlayani air minum perpipaan perdesaan masih sangat rendah, selebihnya masih mengambil langsung dari sumber air yang belum terlindungi. Sementara itu, banyak petani di desa tertinggal memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha (lahan marjinal). Dengan kondisi tersebut maka dibutuhkan strategi penanganan penyediaan infrastruktur perdesaan yang dapat mendukung terjaminnya peningkatan dan keberlanjutan kegiatan perekonomian di perdesaan.

Sehebat apapun reputasi kota, tanpa adanya kontribusi dari desa, kota tidak akan pernah bisa maju seperti sekarang. Desa Membangun adalah membangun masyarakat miskin, akan terwujud jika desa memiliki Sumberdaya Manusia terampil dan IPTEK yang tepat. Thomas Alfa Edison pernah mengatakan “Tidak ada jalan keluar yang dipakai untuk menghindarkan diri dari sesuatu, kecuali berfikir”. Hal itu menegaskan bahwa dalam setiap masalah harus dapat dipecahkan dengan menggunakan strategi yang tepat dan cepat, sedapat mungkin dengan cara yang sederhana, dapat dijangkau dengan mudah, dapat dipertanggung jawabkan, dan memiliki jangka waktu yang jelas.

Beberapa Solusi Strategis yang dapat digunakan bagi para pemangku kepentingan dalam membangun desa harus dimulai dari mempersempit disparitas kota-desa secara terukur dan tepat agar dapat menjamin kepastian keberhasilan, antara lain : Mempercepat pembangunan infrastruktur Desa memerlukan strategi yang tepat, Jumlah penduduk miskin berpengetahuan rendah yang dominan di perdesaan perlu strategi dalam melibatkan masyarakat perdesaan dalam pembangunan infrastruktur perdesaan sehingga bisa memberikan beberapa dampak, antara lain : (1) kualitas pekerjaan yang dihasilkan, (2) keberlangsungan operasional dan pemeliharaan infrastruktur tersebut, (3) kemampuan masyarakat dalam membangun suatu kemitraan dengan berbagai pihak, serta (4) penguatan kapasitas masyarakat untuk mampu mandiri memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam wilayahnya.

Jenis infrastruktur perdesaan yang perlu ditingkatkan, antara lain berupa : (1) Infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, berupa jalan dan jembatan perdesaan, (2) Infrastruktur yang mendukung produksi pangan, berupa irigasi perdesaan, dan (3) Infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat perdesaan, berupa penyediaan air minum dan sanitasi perdesaan. Menurut Philip H. Comb & Manzoor Ahmed, bahwa meningkatkan SDM Desa perlu strategi khusus, antara lain : (a) Jenis ketrampilan yang dibina, tempat dan jadwal program pendidikan ini harus secara cermat disesuaikan dengan waktu, kebutuhan dan motivasi, (b) Keterampilan yang dibina dan dianjurkan penerapannya janganlah tepat dari segi teknik, namun juga harus bisa diaksanakan secara fisik dan ekonomis dalam keadaan khas di masyarakat mereka, (c) Metode yang diterapkan harus sesuai dengan khasanah bahasa serta gaya belajar kelompok peserta, (d) Usaha pendidikan harus dilaksanakan sebagai suatu rangkaian yang kontinyu, (e) Tujuan-tujuan pendidikan harus diperincikan secara tegas dari semula, sehingga langsung dapat diadakan evaluasi untuk mengadakan penyesuaian dan penyempurnaan.

Maka yang harus dilakukan adalah meningkatkan kemampuan dan kapasitas SDM Desa melalui pendidikan dan pelatihan yang memadai dengan meningkatkan muatan lokal tanpa harus meninggalkan tuntutan muatan nasional yang antara lain dapat dilakukan melalui program pendidikan yang isi dan media penyampaiaanya dikaitkan dengan lingkungan alam pedesaan, lingkungan social, lingkungan budaya dan kebutuhan daerah sesuai prioritas muatan lokal yang memungkinkan SDM Desa akan terampil dan memiliki bekal untuk kehidupan secara berkelanjutan. Pelaksanaanya dapat melibatkan perangkat yang ada di Desa seperti LKMD, Karang Taruna dan sebagainya, yang bertujuan pengembangan diri SDM Desa. Misalnya di bidang pertanian dan peternakan, mereka dikenalkan berbagai peluang usaha dari pertanian dan peternakan beserta cara pengelolaannya dengan managemen yang baik, strategi peningkatan hasil pertanian dan penggunaan pupuk dan bahan kimia yang tepat serta sampai pemasaran yang tepat. Untuk Pembinaan tukang dan pengrajin, mereka perlu mempelajari ketrampilan dasar menjadi pengrajin, dikenalkan berbagai bahan dasar, proses pembuatan sampai pada pemasaran, bahkan penggunaan alat-alat pertukangan modern dan perawatannya sehingga pembuatan kerajinan lebih cepat dan lebih berkualitas. Dalam hal pembinaan Industri kecil, SDM Desa perlu dikenalkan berbagai jenis usaha kecil seperti makanan, souvenir, hiasan rumah, peralatan sehari-hari terutama yang memiliki ketersediaan bahan baku di daerah tersebut. Mulai dari cara pembuatan, mengemas agar menarik dan pemasaran juga perlu di sampaikan.

Meningkatkan kapasitas Iptek Desa tak terlepas dari adanya hubungan IPTEK dan kemiskinan. Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan memiliki kaitan struktur yang jelas. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua hal yang tak terpisahkan dalam peranannya untuk memenuhi kebutuhan insani. Ilmu pengetahuan digunakan untuk mengetahui “apa” sedangkan teknologi mengetahui “bagaimana”. Ilmu pengetahuan sebagai suatu badan pengetahuan sedangkan teknologi sebagai seni yang berhubungan dengan proses produksi, berkaitan dalam suatu sistem yang saling berinteraksi. Teknologi merupakan penerapan ilmu pengetahuan, sementara teknologi mengandung ilmu pengetahuan di dalamnya. Perubahan teknologi yang cepat dapat mengakibatkan perubahan struktur dan pola kemiskinan, karena terjadi perubahan sosial yang fundamental.

Memperkuat skema pelatihan Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi yang bertujuan untuk mendukung kewirausahaan berbasis teknologi untuk masyarakat Desa. Perusahaan pemula yang dikembangkan, memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan dari lembaga litbang maupun perguruan tinggi. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas inkubator-inkubator yang saling terhubung dan bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan, membangun sinergi dan membantu industri serta Industri Kecil Menengah terutama dalam menyesuaikan teknologi-teknologi yang tepat. Jenius bantuan yang disediakan mencakup on-site dan off-site melalui jasa pelatihan dan pendampingan, serta mengembangkan materi-materi intermediasi melalui kerjasama dengan organisasi-organisasi terkait. Dalam proses inkubasi ini, umumnya pengusaha pemula diberikan: mentoring, pendampingan uji produksi, pendampingan uji konsumen, pendampingan uji jual, sertifikasi, hingga promosi.

Membangun kerjasama terutama pasar bagi komoditas desa, terutama jika dikaitkan dengan realitas pasar desa, yaitu bahwa komoditas paling banyak adalah barang-barang hasil bumi yang siap untuk dikonsumsi. Seperti sayur-sayuran, hasil panen, alat-alat produksi, makanan siap makan (jenang, gudeg, gorengan, dan makanan khas daerah setempat). Meski demikian, dalam dua dekade terakhir ini banyak pasar desa yang juga menyediakan komoditas sandang/pakaian. Barang komoditas seperti perkakas/peralatan pertanian dan barang-barang modal dalam proses produksi yang juga disediakan di pasar adalah konsekuensi logis dari mayoritas profesi masyarakat desa sebagai petani. Karena desa sebagian besar menjual komoditas hasil pertanian maka Time delivery sangat penting untuk diperhatikan disamping kualitas barang dan harga. Oleh karenanya menual barang dengan cepat, kualitas prima dan harga bersaing menjadi parameter utama yang harus diperhatikan dalam pola kerjasama pasar komoditas desa. Tidak menutup kemungkinan jika beberapa hal diatas dilakukan, yaitu antara lain adalah membangun SDM Desa, membekali masyarakat Desa dengan Iptek, membangun Pasar Desa serta mendorong tumbuhnya Pengusaha Pemula Desa yang berbasis teknologi maka ekonomi desa akan tumbuh produktif dan terjadi lompatan pendapatan yang tinggi. Pada gilirannya Desa akan memiliki kekuatan dan daya saing yang dapat memberikan dampak pada daya saing nasional.

Meingkatkan daya saing Desa sebagai wilayah yang bertumpu pada potensi lokal, terutama perekonomian berbasis pertanian dan UMKM di tengah pertumbuhan industri global, sehingga membutuhkan perhatian khusus sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 terutama Bab IX Pasal 78 yang menyatakan bahwa:
(1) Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. (2) Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. (3) Pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong-royongan guna mewujudkan pengarus utamaan perdamaian dan keadilan sosial.
Sedangkan pada Bagian Kedua Pembangunan Kawasan Perdesaan, Pasal ayat (2) dinyatakan bahwa: Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. 3) Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi: a. penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota; b. pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan; c. pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan d. pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.

Secara jelas dinyatakan dalam UU Nomor 6 Tahun 20014 tersebut bahwa pembangunan wilayah pedesaan dilaksanakan dengan memperhatikan potensi lokal yang dimiliki didukung dengan pengembangan teknologi tepat guna dan inovasi-inovasi yang dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat perdesaan. Greg Richards dan Julie Wilson menyatakan bahwa inovasi adalah pengenalan penemuan-penemuan baru atau menyebarkan makna penemuan baru tersebut ke dalam penggunaan umum di masyarakat (Richards dan Wilson, 2007). Sedangkan Hamel (2000) mengatakan bahwa strategi inovasi bukan tugas manajemen puncak saja, tetapi setiap orang bisa membantu membangun strategi inovatif. Inovasi sama dengan konsep-konsep bisnis yang sama sekali baru dan merupakan investasi. Pembangunan ekonomi lokal tidak dapat dilepaskan dari upaya mendorong pengembangan tingkat desa dengan berbasis pada kearifan lokal, potensi sumber daya dan keunikannya. Desa-desa yang mampu mendayagunakan kearifan lokal dan sumber dayanya dengan cara yang berbeda dapat dikembangkan menjadi desa inovasi. Istilah Desa Inovasi adalah desa yang mampu memanfaatkan sumber daya desanya dengan cara baru, mengacu pada gagasan bahwa desa dalam kehidupannya untuk melakukan kegiatan-kegiatannya bukan hanya sekedar rutinitas hidup saja, tetapi kehidupan yang selalu bergerak penuh dengan inovasi-inovasi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Sebagaimana inovasi yang terus dilakukan oleh kota-kota lainnya, desapun perlu melakukan inovasi-inovasi. Pengembangan desa inovasi dapat mejadi salah satu solusi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing desa dalam menghadapi pasar global.

Pengembangan desa inovasi dapat menjadi salah satu solusi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Guna mengembangkan desa inovasi identifikasi potensi daerah secara menyeluruh. Identifikasi potensi wilayah merupakan aktivitas mengenal, memahami dan merinci secara keseluruhan potensi (SDA & SDM) yang dimiliki wilayah baik yang telah dimobilisir maupun yang belum dimobilisir yang dapat mendukung upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui pengembangan desa inovasi.

Desa inovasi adalah sebuah area yang akan di bentuk sehingga produktivitas masyarakat di sebuah pedesaan menjadi meningkat dengan memberikan sentuhan teknologi dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusianya. Desa Inovasi bukan sekadar mempersiapkan teknologi sesuai kebutuhan potensi sumber daya alam di sebuah desa, tapi juga kesiapan dari masyarakatnya dimana pemerintah juga melibatkan perguruan tinggi untuk menggulirkan program Desa Inovasi.

Pengembangan desa inovasi tidak dapat dipisahkan dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana upaya pembangunan desa yang inovatif, inklusif dan berkelanjutan dilakukan dengan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (IPTEKIN) dengan sistem inovasi sebagai vehicle nya. Di dalam sistem inovasi unsur pelaku (elemen) yang harus dilibatkan terdiri dari unsur pemerintah, pebisnis, akademisi dan komunitas (ABG+C). Untuk itu prakarsa pengembangan desa-desa inovatif perlu didorong dan dikembangkan untuk mempercepat keberhasilan pembangunan desa sehingga menjadi inspirasi bagi pembaruan desa-desa lainnya.

Desa Inovasi adalah desa yang mampu memanfaatkan sumber daya desanya dengan cara yang tidak pada umumnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakatnya (Pudjowati J & i RahmasariA, 2017). Desa yang mampu memanfaatkan sumberdaya desa dengan cara baru ntuk mengembangkan desa inovasi, pemerintah perlu untuk mengidentifikasi potensi, terutama karakter unik pada suatu desa yang memungkinkan dikembangkan menjadi desa inovasi. Pengembangan desa inovasi hendaknya sesuai dengan potensi yang ada, sedangkan hal yang sangat penting dalam pengembangan desa inovasi adalah komitmen dari semua pemangku kepentingan. Dalam tahap awal pengembangan desa inovasi, pemerintah akan memegang peran yang lebih besar sebagai fasilitator maupun pengembang jejaring maupun dalam hal pembiayaan. Masyarakat relatif mudah menerima perubahan, namun masyarakat cenderung memerlukan bukti untuk dapat sungguh-sungguh terlibat dalam pengembangan desa inovasi.

Bertitik tolak dari permasalahan utama pengembangan desa inovasi, kebijakan umum pengembangan desa inovasi hendaknya diarahkan pada penguatan faktor-faktor pendukung pengembangan desa inovasi baik fisik maupun non fisik diantaranya : (a) Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai desa inovasi. (b) Meningkatkan kesiapan masyarakat sebagai subyek pengembangan desa inovasi. (c) Meningkatkan dukungan kelembangaan. (d) Meningkatkan sistem pengelolaan potensi pendukung pengembangan desa Inovasi. (e) Dukungan infrastruktur yang memadai. Pengembangan desa inovasi pada dasarnya dapat diterapkan pada beberapa sektor diantaranya adalah pengembangan desa inovasi sektor agribis, perikanan, pariwisata dan sebagainya yang merupakan salah satu strategi yang perlu dikembangkan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul di desa terutama dalam rangka meningkatkan daya saing desa yang kemudian berujung pada peningkatan daya saing daerah. Oleh karena itu diperlukan komitmen maupun sinergitas diantara pemerintah, akademisi, swasta maupun masyarakat untuk bergotong royong mewujudkan pengembangan desa inovasi sehingga desa dengan kearifan lokal yang dimilikinya mempunyai daya saing yang tinggi.

Hasil Kajian Ningsih. Dkk (2019) bahwa Usaha tani Kelapa Sawit pada Lahan Suboptimal di Kabupaten Musi Rawas memiliki keunggulan kompetitif hal ini ditandai dengan nilai PCR (Private Cost Ratio). < 1 yakni 0,84 2. Usaha Tani Kelapa Sawit pada Lahan Suboptimal di Kabupaten Musi Rawas memiliki Keunggulan Komperatif hal ini ditandai dengan nilai Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) > 1 yakni, 0,74. Tidak adanya kebijakan pemerintah terhadap penetapan harga input maupun penetapan harga output dalam Usaha Tani kelapa Sawit pada lahan suboptimal dikabupaten Musi Rawas karena tidak ada input yang disubsidi oleh pemerintah dan penetapan harga TBS kelapa sawit berdasarkan harga pasar dunia karena petani kelapa sawit bersifat price taker.
Hasil kajian Falatehan dan Wibowo (2008) bahwa Pengusahaan komoditi jagung di Desa Panunggalan menguntungkan, baik dilihat secara finansial maupun secara ekonomi, memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Adapun kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan komoditi jagung di Desa Panunggalan belum berjalan dengan efektif. b. Pada analisis sensitivitas, meningkatnya harga benih sebesar 28,57 persen, meningkatnya harga tenaga kerja sebesar 25 persen, meningkatnya harga pupuk Urea sebesar 12,79 persen dan Triple Super Phosphate (TSP) sebesar 10,71 persen, turunnya, harga output sebesar 25 persen, serta gabungan keempatnya tidak menyebabkan hilangnya keunggulan komparatif dan kompetitif pada pengusahaan komoditi jagung di Desa Panunggalan. Komponen yang paling sensitif terhadap keuntungan pengusahaan komoditi jagung di Desa Panunggalan adalah komponen harga output. 2. Pada Analisis Porter, secara keseluruhan hasilnya menunjukkan bahwa kondisi yang ada di daerah penelitian mendukung peningkatan dayasaing pengusahaan komoditi jagung di daerah penelitian. Kebijakan yang pemerintah tetapkan terhadap output pada pengusahaan komoditi jagung, yaitu kebijakan tarif impor lima persen perlu diperhatikan kembali, karena pada kenyataannya di lapang kebijakan tersebut belum berjalan dengan efektif. Sebaiknya pemerintah menaikkan tarif impor jagung karena kebijakan tersebut akan lebih efektif dalam meningkatkan dayasaing jagung domestikyang akan mendukung peningkatan dayasaing jagung domestik. Kebijakan pemerintah terhadap komoditas jagung belum berjalan efektif. Yang paling. Komponen sensitif keuntungan yang diperoleh komoditas jagung di Grobogan adalah komponen output harga.

Menurut Puspita dan Syafrial, (2016) bahwa Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan tingkat keunggulan komparatif tertinggi terjadi saat harga pupuk anorganik naik sebesar 20 persen dengan penurunan mencapai 22,3 persen. Penurunan tingkat keunggulan kompetitif tertinggi terjadi saat harga output jagung turun sebesar 15 persen dengan penurunan mencapai 20,78 persen. Saran yang dapat diberikan terkait hasil penelitian antara lain peningkatan produksi Usaha Tani jagung dapat dilakukan dengan penggunaan benih unggul yang tahan terhadap hama dan penyakit serta pupuk anorganik yang sesuai anjuran. Peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif Usaha Tani jagung dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan input produksi seperti pupuk anorganik serta pemanfaatan teknologi. Selain itu, perlu adanya dukungan pemerintah terhadap harga jagung lokal serta pemberian subsidi pada input produksi Usaha Tani jagung
Menurut Suharyati, ediwarman, Nobelson, (2021) bahwa pemasaran kewirausahaan secara parsial berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif. Demikian pula orientasi kewirausahaan secara parsial berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan masukan bagi pemegang kebijakan dalam perencanaan strategi pengembangan UMKM desa Kanekes untuk meraih keunggulan kompetitif diantaranya, UMKM perlu menerapkan strategi yang berorientasi terhadap pertumbuhan dan peluang usaha, berupaya secara proaktif mencari peluang usaha baru, pemasaran yang fokus kepada pelanggan dengan menciptakan nilai pelanggan, kreatif untuk menciptakan inovasi produk atau layanan dan berani mengambil resiko bisnis dalam menciptakan model bisnis baru yang lebih efektif serta efisien. Selain itu perlu untuk menjalin hubungan dengan pemasok maupun pelanggan melalui jaringan dan pemanfaatan media sosial bagi peningkatan usaha UMKM serta mengutamakan analisis pasar informal. Diharapkan pula dinas terkait dikabupaten Lebak agar menerima hasil penelitian sebagai bahan informasi dalam pengambilan kebijakan guna merumuskan program pembinaan bagi UMKM. Disamping itu bagi UMKM merupakan peluang untuk mengembangkan usahanya melalui pendampingan dan pembinaan melalui pemasaran kewirausahan dan orientasi kewirausahaan agar produk-produk UMKM dapat menembus pasar yang lebih besar.

Hasil analisis daya saing dengan Policy, Analysis Matrix (PAM) menunjukkan keunggulan kompetitif atau nilai PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau nilai DRCR sebesar 0,55. Nilai PCR dan DRCR dari usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung masing-masing kurang dari 1 (PCR dan DRCR < 1) sehingga dapat disimpulan bahwa usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung memiliki daya saing. Hasil analisis daya saing dengan Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan keunggulan kompetitif atau nilai PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau nilai DRCR sebesar 0,55. Nilai PCR dan DRCR dari usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung masing-masing kurang dari 1 (PCR dan DRCR < 1) sehingga dapat disimpulan bahwa usaha tani kopi di Desa
Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung memiliki daya saing. Hasil analisis daya saing dengan Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan keunggulan kompetitif atau nilai PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau nilai DRCR sebesar 0,55. Nilai PCR dan DRCR dari usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung masing-masing kurang dari 1 (PCR dan DRCR < 1) sehingga dapat disimpulan bahwa usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung memiliki daya saing.

Hasil analisis daya saing dengan Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan keunggulan kompetitif atau nilai PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau nilai DRCR sebesar 0,55. Nilai PCR dan DRCR dari usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung masing-masing kurang dari 1 (PCR dan DRCR < 1) sehingga dapat disimpulan bahwa usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung memiliki daya saing.
Hasil analisis daya saing dengan Policy Analysis Matrix (PAM) menunjukkan keunggulan kompetitif atau nilai PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau nilai DRCR sebesar 0,55. Nilai PCR dan DRCR dari usaha tani kopi di Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung masing-masing kurang dari 1 (PCR dan DRCR < 1) sehingga dapat disimpulan bahwa usaha tani kopi di Desa
Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung memiliki daya saing
Kopi merupakan tanaman perkebunan yang banyak tumbuh dan dikembangkan di Indonesia.

Di Indonesia banyak daerah penghasil kopi dengan cita rasanya yang khas. Kabupaten Temanggung adalah salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia, namun tidak semua daerah di Kabupaten Temanggung
dikenal sebagai penghasil kopi dengan cita rasa yang khas. Salah satu daerah penghasil kopi di Kabupaten Temanggung yaitu Desa Tleter yang terletak di Kecamatan Kaloran. Untuk mengetahui apakah kopi dari
Desa Tleter bisa dikembangkan atau tidak maka diperlukan analisis daya saing sehingga akan diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dari usaha tani kopi yang sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing kopi di Desa Tleter Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 40 petani
kopi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis PAM menunjukkan nilai
keunggulan kompetitif atau PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau DRCR sebesar 0,55 artinya kopi di Desa Tleter memiliki daya saing.
Kopi merupakan tanaman perkebunan yang banyak tumbuh dan dikembangkan di Indonesia.

Di Indonesia banyak daerah penghasil kopi dengan cita rasanya yang khas. Kabupaten Temanggung adalah salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia, namun tidak semua daerah di Kabupaten Temanggung
dikenal sebagai penghasil kopi dengan cita rasa yang khas. Salah satu daerah penghasil kopi di Kabupaten Temanggung yaitu Desa Tleter yang terletak di Kecamatan Kaloran. Untuk mengetahui apakah kopi dari
Desa Tleter bisa dikembangkan atau tidak maka diperlukan analisis daya saing sehingga akan diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dari usaha tani kopi yang sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing kopi di Desa Tleter Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 40 petani
kopi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis PAM menunjukkan nilai
keunggulan kompetitif atau PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau DRCR sebesar 0,55 artinya kopi di Desa Tleter memiliki daya saing.
Menurut Irfanda dan Yuliawati, (2020), bahwa kopi merupakan tanaman perkebunan yang banyaktumbuh dan dikembangkan di Indonesia. Di Indonesia banyak daerah penghasil kopidengan cita rasanya yang khas. Kabupaten Temanggung adalah salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia, namun tidak semua daerah di Kabupaten Temanggung dikenal sebagai penghasil kopi dengan cita rasa yang khas. Salah satu daerah penghasil kopi di Kabupaten Temanggung yaitu Desa Tleter yang terletak di Kecamatan Kaloran. Untuk mengetahui apakah kopi dari Desa Tleter bisa dikembangkan atau tidak maka diperlukan analisis daya saing sehingga akan diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dari usaha tani kopi yang sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing kopi di Desa Tleter Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 40 petani kopi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis PAM menunjukkan nilai keunggulan kompetitif atau PCR sebesar 0,55 dan keunggulan komparatif atau DRCR sebesar 0,55 artinya kopi di Desa Tleter memiliki daya saing.

Menurut Audric Ferrell R, Jangkung Handoyo Mulyo; Arini Wahyu Utami; Dwidjono Hadi Darwanto, (2019) bahwa Kunyit merupakan salah satu tanaman hortikultura berdaya saing tinggi dan gencar didagangkan pada pasar internasional. Kunyit telah gencar ditanam pula di Indonesia, salah satunya berlokasi di Desa Mlokomanis Kulon, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui keunggulan komparatif Usaha Tani kunyit di Desa Mlokomanis Kulon, (2) mengetahui keunggulan kompetitif Usaha Tani kunyit di Desa Mlokomanis Kulon, (3) mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap Usaha Tani kunyit di Desa Mlokomanis Kulon, (4) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif Usaha Tani kunyit Desa Mlokomanis Kulon, dan (5) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif Usaha Tani kunyit di Desa Mlokomanis Kulon. Penelitian dilakukan di Desa Mlokomanis Kulon, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden terdiri atas petani yang menjual hasil taninya. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis rasio R/C, Policy Analysis Matrix (PAM) dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) kunyit di Desa Mlokomanis Kulon memiliki keunggula komparatif dan (2) memiliki keunggulan kompetitif, (3) dampak kebijakan pemerintah terhadap output kunyit segar dan serbuk berbeda, kunyit segar dirugikan dengan adanya kebijakan pemerintah namun kunyit serbuk mendapat keuntungan, (4) faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif secara positif adalah umur petani, pendidikan petani, dan produksi kunyit serbuk berpengaruh secara negatif sementara (5) faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif adalah output transfer yang berpengaruh negatif dan ragam produk turunan yang berpengaruh positif.
Menurut Syarif dan Musoffan, (2021) bahwa Di awal tahun 2020, Banyak UMKM yang merosot dihantam oleh pandemi adanya virus covid-19 termasuk produk unggulan Desayang sempat merosot.Namun seiring dengan strategi yang dilakukan melalui pembinaan dan pendampingan secara massif lewat Growth Hacking Strategycukup membuahkan hasil yang baik untuk meningkatkan pendapatan di masa pandemik.Walaupun pertumbuhannya tidak begitu maksimal, namun perkembangan produksi produk unggulan Desa Madulang tetap mengalami peningkatan. Growth Hacking Strategy tersebut cukup ampuh untuk diterapkan bagi pelaku usaha awal yang ingin memenangkan pemasaran baik secara online maupun offline.Walaupun masih pemula Produk Unggulan Kripik Tette Madulang sudah mampu bersaing dengan produk-produk lainnya, minimal tidak merosot di masa pandemi sudah merupakan keajaiban yang luar biasa bagi sekelas produk awal kripik tette madulang khas madura
Menurut Purbantara, Mujianto, Rahmawati, (2021) bahwa Pengembangan daya saing produk unggulan desa, daerah tertinggal dan transmigrasi dapat dilakukan melalui”resources-based approach” yang kemudian dilakukan peningkatan keunggulan kompetitif yang dilakukan oleh berbagai pihak yang bekerjasama dalam mendukung pengembangan yang dilakukan diantaranya pengembangan kreativitas inovasi dan pengembangan teknologi. Pengembangan kreativitas dan inovasi mengarah pada produk dan pengolahan produk, pembiayaan, promosi dan pemasaran produk. Pengembangan teknologi mengarah pada pengembangan teknologi tepat guna, teknologi digital, dan teknologi tinggi. Saran dari hasil penelitian ini adalah perlu adanya inisiatif dari berbagai pihak untuk dapat memberikan intervensi dan dukungan terhadap pengembangan produk unggulan di desa, daerah tertinggal dan transmigrasi sesuai dengan kemampuan dan bidang yang dijalankan,

Menurut Yani, Putri, Maimun (2020) bahwa hasil menemukan bahwa produk unggulan Desa Tomok berupa kacang garing yang terdapat pada Dusun 1. Produk tersebut mengungguli produk lainnya yang terdapat di Desa Tomok dengan pertimbangan; 1) produk tersebut telah memiliki legalitas dari Pemerintah Desa Tomok; 2) memiliki komunitas yang bernama Kelompok Usaha Bersama Gabe; 3) memiliki merek dan desain kemasan; dan 4) bahan baku utama diperoleh dari petani lokal. Identifikasi produk unggulan yang terdapat di Desa Tomok dapat dijadikan referensi bagi para pemilik modal untuk melakukan investasi pada UMKM tersebut, begitu juga dengan UMKM lainnya yang terdapat di Desa Tomok, mengingat masih banyaknya potensi berupa pariwisata yang belum optimal dilakukan oleh UMKM lokal.

Dari kajian diatas bahwa dapat diketahui dalam membangun keunggulan kompetitif desa merupakan suatu usaha dan tindakan yang tepat dan karenanya harus melibatkan banyak unsur termasuk beberapa stakeholder kunci seperti pengimplementasian konsep pentahelix ABCGM, link and match potensi desa, keunggulan kompetitif dan komparasi desa dengan kebutuhan pasar nasional dan eksport. Beberapa rekomendasi serta implikasi manajerial dari kajian ini bahwa membangun keuanggulan kompetitif dengan produk unggulan desa di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya hidup dan bermatapencaharian di desa adalah pilihan kebijakan yang strategis dan populer, serta dampak yang dirasakan oleh desa adalah sangat tepat sasaran, Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, di Indonesia terdapat 83.381 desa/kelurahan yang tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah desa yang sangat banyak ini tentunya mempunyai efek yang dinamis bagi keunggulan kompetitif dan kompratif di Desa dengan memprioritaskan “hanya” 1 produk dalam 1 desa saja mampu memberikan 83.381 produk yang tentunya produk-produk ini diarahkan untuk produk unggulan nasional, dan pada akhirnya permasalahan kekumuhan kota besar, disparitas sumber daya manusia, kriminalitas, kelangkaan produk, persoalan dalam supply chain management makanan pokok, penguasaan kekayaan oleh sebagian kelompok pemodal (tengkulak), persoalan kesenjangan dan pemerataan pendapatan nasional perkapita yang saat ini cukup jauh antara desa dengan kota, isu gender, isu radikalisme dan terorisme dan lain sebagainya akan bisa dinetralisir sehingga menjaga stabilitas dan kepastian investasi di dalam negeri, tentu hal ini suatu pencapaian yang maksimal yang akan menarik lebih banyak lagi investor-investor dari luar negeri dengan tepat dan sesuai, kondisi ini tentunya mengurangi biaya perjalanan dan studi banding ke luar negeri yang menguras biaya yang cukup besar, pada bagian selanjutnya pemerintah di usahakan agar tidak lagi “meminta” investor untuk datang dan berinvestasi. Indonesia pada kondisi ini telah menjadi tangan diatas (bargaining power) produk yang beragam disetiap desa diseluruh wilayah telah menjelma menjadi suatu kekuatan produk yang akan memenuhi permintaan-permintaan luar negeri.

Perilaku Eksisting Masyarakat Peternak di Sepanjang Sungai Brangbiji Sumbawa dalam Penerapan Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM)

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (PSTL FTUI),...

Read MoreApril 3, 2024

Asesmen Lapangan Prodi Sosiologi UTS Terlaksana; Upaya Meningkatkan Standar Pendidikan

SUMBAWA – Program Studi Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan...

Read MoreApril 3, 2024

Dua Mahasiswi FTLM Wakili UTS dalam Ajang ON MIPA 2024

Sumbawa, 28 Maret 2024 – Dua mahasiswi Universitas Teknologi Sumbawa...

Read MoreApril 3, 2024

UTS Siapkan Elang Muda Untuk Pilmapres Nasional 2024 Mendatang

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (PILMAPRES) Universitas Teknologi Sumbawa tahun 2024 telah...

Read MoreApril 3, 2024