Oleh: Abdul Salam,S.E.,M.M.A.F.A1, Edi Irawan2, Nawassyarif3 1Dosen Prodi Manajemen, 2Prodi Ekonomi Pembangunan, 3Prodi Teknik Informatika Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) Jl. Raya Olat Maras, Batu Alang, Moyo Hulu, Pernek, Kec. Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. 84371 —-Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu… Kami adalah orang-orang yang sudah menunggu kita. Kami adalah perubahan yang kita cari. – Barrack Obama
Sejak ribuan tahun, desa telah terdesentralisasi. UU Desa memerhatikan aspek budaya contohnya adat desa, dan makalah ini sebagai naskah akademis ketiga membahas aspek adat desa tersebut dengan latar belakang sejarah desa yang dimulai jauh sebelum eksistensi NKRI. Didalamnya termaktub sejarah desa pada era pemerintahan raja raja dan pada era penjajahan. Terjadi benturan hukum positif contohnya UU NKRI dengan hukum adat desa, terjadi fenomena modernisasi desa dan penyergaman hukum desa akibat UU NKRI umumnya, UU Desa khususnya, yang berpengaruh pada kehidupan desa. KSAP dimohon memertimbangkan aspek manajemen khas desa tersebut pada proses penyusunan Standar Akuntansi Keuangan Desa.
Sesuai Permendes 21 tahun 2015, prioritas pertama penggunaan dana desa yaitu untuk membangun infrastuktur antara lain jalan, irigasi, jembatan sederhana, dan talud. Bidang kesehatan dampen yg dirikan juga perlu diprioritaskan, diantaranya Posyandu dan PAUD, desa sebagai pemerintahan tingkat terendah yang dapat menyentuh langsung dengan masyarakat sehingga diharapkan lebih berperan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa agar dapat memberikan kontribusi bagi terlaksananya pembangunan secara nasional.Menyadari arti pentingnya sebuah Desa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 108bahwa di katakan “Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundangundangan” jadi pendirian Badan Usaha Milik Desa merupakan upaya dalam meningkatkan pendapatan Desa. Pendapatan Asli Desa (PADesa) yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi,hasil gotong royong, serta lain-lain pendapatan asli desa yang sah, juga merupakan sumber pendapatan desa yang diperlukan untuk memperkuat keuangan desa dalam pengelolaan dan pembangunan desa. Oleh karenanya optimalisasi pendapatan asli desa menjadi hal yang sangat penting. Jika PADesa bisa ditingkatkan maka desa akan mendapatkan dana pengelolaan dan pembiayaan pembangunan untuk desa tersebut, sehingga akan terwujud kemandirian desa dalam memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas –fasilitas umum di desa.
Sesuai dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah maka harus didorong dengan desentralisasi urusan administrasi pemerintahan desa, Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Administrasi Pemerintahan Desa dalam Meningkatkan Pelayanan Masyarakat di Desa. Ditinjau dari pembagian wilayah tersebut, Desa dan kelurahan termaksud perangkat pemerintahan kabupaten kota, hal ini diatur dalam Undang-undangNomor 32 Tahun 2014, dimana desa berada langsung dibawah Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Camat. Hal ini diwujudkan juga dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Tentang Pemerintahan Desa merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahtraan umum secara merata serta untuk dapat memberi pelayanan secara prima kepada masyrakat. Hal in juga diwujudkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prekarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisonal, dari pada itu setiap wilayah pasti terdengar tak asing lagi dengan adanya pasar tradisional yang mana dengan adanya pasar ini cukup membantu dalam kebutuhan masyarakat terutama ibu rumah tangga.
Manajemen Desa Berbasis Sejarah Dan Budaya Desa
Pertama, penyeragaman pos pos akun akuntansi dan contoh bentuk LRA & Neraca dalam standar adalah kebijakan naif. Jenis desa berpengaruh pada pos pos buku kas desa versi Permendagri 113 dan pos pos LK Desa, terbagi menjadi
a) Desa pertanian & kehutanan; b) Desa perikanan dan pelayaran; c) Desa pasar atau perdagangan; d) Desa wisata atau istirahat; e) Desa lalulintas penyeberangan sungai, danau dan laut; f) Desa keramat, candi, sumber air, makam Sunan; g) Desa tambakan; h) Desa gabungan, federasi desa, gabungan desa ginealogis (berbasis marga, keturunan asli).
Kedua, desa adalah entitas pelaporan LK bagi desa sendiri, tak ada entitas pelaporan LK lain mengatasi LK Desa. Berlangsung ribuan tahun, kesatuan masyarakat desa dan pemerintahan desa dibangun berdasar tiga ikatan, yaitu ikatan manusia dan alam, ikatan manusia desa dengan anggota desa yang sama, ikatan manusia desa dengan Tuhan. Pada sebagian desa, hukum adat, hukum agama lebih kuat dari hukum positif NKRI: (1) Penggunaan istilah lain, bukan istilah desa. Sebagai misal, pada tahun 1912 desa desa daerah Surakarta dan Yogyakarta dibangun menjadi kelurahan dalam pemerintahan. Hal inilah yang diakomodasi oleh UU Desa; (2) Nama dan gelaran, desa satu suku, desa berbagai suku; (3) Desa budaya, kesenian desa (ilmu pengetahuan nenek moyang, kepercayaan setempat, pamali, tari asli, ritual upacara adat, pencak silat asli desa, ilmu kanuragan dll) dan khasanah budaya (budaya asli, arca, perhiasan, permata, senjata, alat musik, lukisa, tenunan & batik, boneka dan wayang, kuliner asli desa, teknik dan teknologi desa seperti teknologi jembatan bambu, teknik perahu, terrasering persawahan dll) membutuhkan alokasi APBDes biaya pemeliharaan kesenian desa; (4) Hubungan sosial, budaya kepatutan, misalnya LK Desa ke Kecamatan pemda; (5) Keseimbangan manajemen alam, manusia dan masyarakat desa.
Ketiga, penyederhanaan LK Desa adalah ruh Standar Desa. Besar rata rata penduduk desa amat beragam, dari ribuan jiwa sampai sekitar 10 jiwa saja.
Keempat, hukum positif tentang desa jangan sampai mengganggu keluhuran tradisi desa ribuan tahun. Satu persatu desa berposisi amat lemah dalam konteks ekonomi sosial politik, secara keseluruhan desa berposisi amat kuat dalam konteks ekonomi sebagai pemasok bahan makanan bangsa Indonesia. Pada tatanan NKRI, desa adalah kumpulan kekuatan nan diam. Namun karena “kediaman“ tersebut, janganlah hukum positif bersikap semena mena, merusak tatanan luhur desa yang telah berumur ribuan tahun.
Kelima, partai politik dan kabupaten harus memilihkan penduduk asli desa sebagai kepala desa secara sukarela dan dengan cara cara mulia. Sebagai misal, pada sebuah desa, anggota desa harus lahir di desa tersebut, terbukti merupakan keturunan asli atau sah keluarga desa, berkewajiban mematuhi hukum adat desa. Pada desa desa lain, misalnya desa pesisir tertentu, orang asing dari luar desa dapat menjadi anggota desa, dengan atau tanpa ujian, syarat dan upacara tertentu. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah – sebaliknya dari “memperkosa” hukum adat – bertugas menjaga kemurnian tradisi desa tersebut, sepanjang selaras Dasar Negara cq Pancasila, UU NKRI, benar dan mulia, sesuai konsep ” Apabila desa sehat kuat, negara sehat kuat”
Keenam, Desa telah otonom ribuan tahun. Sejak sebelum penjajahan Belanda dan pada penjajahan Belanda, desa diakui sebagai sebuah entitas otonom. Desa tidak dibawah perintah Kabupaten. Desa tidak disusun atas kebutuhan hidup lahiriah, namun berdasar alam batin, sehingga aliran dana APBN ke desa dan Standar Akuntansi desa harus disusun dalam kaidah ini. Desa tidak selalu membutuhkan modernisasi dan kekayaan materi cq infrastruktur, hukum adat tidak selalu kalah efektif berhadapan dengan hukum positif, dan desa dapat menolak APBN masuk desa apabila bersyarat pertanggungjawaban versi Permendagri 113 atau SAP Desa yang dianggap merepotkan dan mengubah tatanan masyarakat spiritualis menjadi materialis. Bila APBN masuk desa, BPK dan KPK masuk desa. Desa identik sebuah unit budaya, semua desa berhakikat desa adat karena mempunyai adat khas, hukum adat desa adalah hukum keramat/suci. Teritori hukum desa adat – alam gaib dan alam nyata – lebih kuat dari hukum positif NKRI. Materialisme versi LK Desa berpotensi merendahkan martabat desa, karena desa adalah sekumpulan ikatan batin, senasib sependeritaan, saling menjaga keselamatan, kehormatan dan kesejahteraan satu sama lain. Desa transmigrasi, desa percobaan harus dilihat dari sudut pandang migrasi sebuah rumpun budaya, misalnya berbagai desa Bali di pulau-pulau luar pulau Bali.
Ketujuh, Desa adalah entitas pelaporan LK. Desa adalah entitas pelaporan LK, merupakan yuridiksi otonom mengatur rumah tangga desa sendiri berbasis hukum adat desa sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang, dan UU 1/1045 UU 22/1948, lalu diatur dengan hukum positif pada UU Desa 2014. Hak azasi desa harus dilindungi sebagai urgensi tertinggi NKRI. Perselisihan desa dengan provinsi dibereskan Presiden, perselisihan desa dan kabupaten dibereskan provinsi, perselisihan antar desa sekabupaten dibereskan pmeerintah daerah kabupaten. Sebagai catatan sejarah, UU otonomi Desa 1906 versi pemerintahan Belanda menambah beban biaya dan tenaga rakyat desa, melanggar hak azasi desa (tak ada ronda desa, tak ada perintah kabupaten kepada desa, tak ada paksaan kawin didepan penghulu apalagi catatan sipil, tak dihalangi dan bebas masuk hutan dan memungut hasil hutan, tak ada paksaan hadir suatu kumpulan penyuluhan dll, suntikan massal anti wabah atau cacar, pemaksaan pengebirian hewan, menolak wajib membantu perkebunan Belanda kebakaran, apalagi sistem kas desa (1906), lumbung desa, bank desa, sekolah desa, pemacekan desa, bengkok guru desa, bale desa, tebasan panen, apalagi pajak desa), menyebabkan berbagai pemberontakan melawan Belanda. Inti sari pemberontakan adalah tidak mengakui kekuasaan Belanda. Belanda membangun keteraturan berbasis modernisasi, orang desa ingin hidup bahagia apa adanya bersama keluarga & alam tanpa keinginan kebendaan. Standar akuntansi berbasis pendidikan Barat semoga tidak merugikan hak azasi saudara saudara kita di desa, tidak melukai hati mereka, atau mengurangi kebahagiaan spiritual desa dan memaksa mengajak masuk ritual pemujaan materi (neraca desa).
Kedelapan, entitas desa adalah entitas kekeluargaan, adat dan kewilayahan tersendiri. Ikatan yang membentuk desa adalah ikatan genealogis dan ikatan teritorial: ( a) Suku : Ikatan genealogis adalah sekumpulan orang sebangsa atau sesuku akibat perjodohan, kelompok terkecil disebut keluarga, bila digabungkan menjadi sanak saudara, kaum keluarga, atau kulawangsa (famili), pada tingkat selanjutnya disebut suku: (1) Pemegang kekuasaan dalam suku adalah para pria dewasa; (2) Hukum adat adalah hukum pengusiran oleh suku, bukan oleh keluarga; (3) Harta benda milik suku, kecuali barang barang tidak penting; (4) Perdagangan dilakukan oleh suku, bukan perorangan; (5) Orang asing seperti guru, penyuluh, pedagang dan petambang, wakil camat atau lurah, yang ingin menetap, dapat diterima sebagai warga masyarakat berdasar musyawarah suku; (6) Kepentingan perorangan tidak dikenal dalam masyarakat desa; (7) Mungkin terdapat pajak atas keluarga; (8) Terdapat pengadilan suku atas pelanggaran suatu keluarga; (9) Pria dewasa sendirian berisiko tak mempunyai hak suara dalam musyawarah desa; (b) Bila sebuah suku membentuk beberapa desa, maka tiap desa tersebut adalah daerah hukum adat yang mandiri, misalnya pada daerah Toraja, pada kepulauan Ternate, disebut keluarga, famili, stam, stamdorpen, juju, soa, etnate, hoana, fegnolin, fugmolin, ifan, taranak ; dapat berupa masyarakat hukum atau bukan masyarakat hukum tersendiri; (c) Suku sebagai masyarakat hukum, dibawahnya adalah famili juga sebagai masyarakat hukum, keluarga dalam famili dan orang perseorangan adalah pihak yang berhak karena hukum(Buru, Seram); (d) Gabungan dusun di atas suku di daerah Buru disebut fogmolin (Zaman dahulu Minangkabau, Minahasa).
Kesembilan, entitas teritorial. Konsep teritorial bagi desa adalah sebagai berikut: (1) Hukum teritorial berwujud 3 jenis: a) Persekutuan dusun; b) Persekutuan daerah, dengan karateristik serupa persekutuan dusun; c) Gabungan dusun; (2) Desa mempunyai harta benda atau kekayaan sendiri dalam kawasan desa tersebut; (3) Desa berkuasa dalam batas daerah tertentu, untuk mengatur hak-asli rakyat desa, rumah tangga desa; (4) Desa adalah sebuah masyarakat berkekuasaan hukum, berhak membuat peraturan desa sendiri, berkuasa memaksa penduduk desa untuk mematuhi peraturan desa tersebut; (5) Beberapa desa dapat bergabung menjadi sebuah desa besar atau “desa gabungan”, dan desa anggota yang bergabung ” turun pangkat” menjadi pedukuhan yang bukan lagi sebagai daerah hukum tersendiri, namun menjadi bagian daerah hukum desa besar atau desa gabungan. Pedukuhan lalu kehilangan sawah komunal pendukuhan karena penggabungan tersebut, menjadi sawah komunal desa gabungan, lalu pembagian sawa-ladang komunal dilakukan oleh rapat desa gabungan atau desa besar.
Kesepuluh, persekutuan dusun terbentuk karena beberapa desa yang bersatu, dengan beberapa jenis kekuasaan yang masih tetap dipegang dusun, pada dasarnya berhakikat persekutuan daerah. Entitas dusun tidak lebur.
Kesebelas; Siapa penerima LK Desa ? Tentang konsep entitas pelaporan dan/atau entitas akuntansi, Standar Akuntansi Desa secara vertikal perlu menjelaskan perbedaan antara lain ; (1)desa dengan bagian organisasi kewilayahan terkecil Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Mandiri, (2)desa dengan subbagian organisasi desa dibawah desa (dusun, dukuh/pedukuhan, desa sosor, ampean, kampung, kampong, wijk, humalolin, lohoki, cantilan, bagian desa, blah di Gayo, terpuk atau kesein di tanah Karo, hasuhutan di Sipirok dan Angkola, saripe di Mandailing dan Pahantam, ripe dan bodil di Padanglawas, anim, dufanim, fukun, leo, kerogo, adu kerogo, kabisi, kabihu, dll) bukan daerah hukum. Istilah Desa Kampung – Kampung digunakan di daerah Baduy, Banten Selatan, bersendi persamaan darah, agama atau kepercayaan dan ideologi politik.
Sebutan entitas Desa berbeda beda, telah dijelaskan dalam UU Desa/2014. Secara horizontal, pengutipan istilah lain, selain istilah desa bagi entitas lain setara desa (seperti persekutuan dusun, gabungan dusun, desi, dusun-dati, gampong, kuta, uta, huta, nagari, negory, mendapo, marga, distrik (pemerintah penjajahan Belanda), daerah federatif (daerah VIII laj kain), margo, dati (atau famili) seperi Gayo (wali, sawali, sarasal sanak dalam hubungan darah disebut daudoro, sarino dan sara rodjo), Alas (margo) dan Batak, karang-kopek, gabungan beberapa desa/moncopat, mocolimo, desa teritorial, gabungan desa teritorial, nagari teritorial, gabungan nagari teritorial), sebaiknya dibatasi dan merujuk pada UU Desa, adalah hal yang baik, agar standar desa berterima dihati pengguna istilah lain tersebut.
Kedua belas, terkait bahasan di atas, dalam akuntansi Desa, perlu dibahas Tim Kecil Perumus Standar Akuntansi Desa, apakah entitas gabungan desa, gabungan desa teritorial, gabungan nagari tersebut di atas adalah superstructure dari desa (?), yang berpotensi lebih besar dari entitas kabupaten atau kota mandiri. Wahai Tim kecil nan arif budiman, kalau demikian, entitas desa adalah entitas pelaporan LK, superstructure entitas gabungan-desa adalah LK “konsolidasian” beberapa desa ? Atau, superstructure adalah entitas pelaporan, sedang desa desa menjadi entitas akuntansi (saya pribadi memilih opsi ini) ? Desa yang digabungkan mungkin turun harkat menjadi pedukuhan dari desa gabungan, pedukuhan bukan daerah hukum.
Ketigabelas, apakah terdapat diferensiasi akuntansi pada berbagai jenis desa perdikan ? Terdapat istilah perdikan desa, dengan berbagai jenisnya; desa merdeka, desa mijen, desa pakuncen dan desa mutihan, yang berpotensi menjadi entitas pelaporan LK.
Keempatbelas, apakah Standar Akuntansi Desa berbasis hukum positif NKRI dapat dibatalkan oleh hukum adat desa ? Hukum adat tidak (perlu) tertulis, karena dihayati dan dipatuhi tiap orang desa. Sebagai misal, hukum adat tentang tanah lebih dipatuhi ketimbang hukum agraria. Sebaliknya, sebagai lelucon, hukum positif NKRI selalu tertulis dan banyak dilanggar. Hukum belanda sepanjang 350 tahun penjajahan tidak berlaku bagi desa, Hukum NKRI berbasis hukum Belanda yang dimodernisasi merupakan infiltrasi terhadap bukum adat desa. UU Desa juga mengakui Desa Adat, menunjukkan supremasi hukum adat.Istilah Arab adalah “ adat”, istilah Minang adalah limbago adalag hukum adat nan mengikat, istilah Jawa adalah cara, pada kenyataannya seringkali di atas hukum positif bagi desa. Berdasar azas bunyi, dituliskan bahwa “Deso mowo coro, negoro mowo toto”, di Minangkabau tersebutlah “ Sakali air gadang, sakali tapian beranja. Sakali raja berganti, sakali adat berubah ”, menunjukkan dualisme hukum bagi desa, sekaligus penghormatan penguasa akan supremasi hukum adat desa.
Kelimabelas, bagaimana Standar Akuntansi Desa menyikapi aspek alam dalam kehidupan desa?, Apakah terdapat Ciri khas tentang alam desa?, Ikatan manusia desa dengan alam dapat digambarkan (antara lain) sebagai berikut: (1) Kepala keluarga, mempunyai lahan pertanian dan rumah tinggal keluarga sebagai pemegang hak dan kewajiban desa, sebagai warga desa penuh, harus mengatur kehidupan sesuai tatanan dan hukum alam cq langit, cuaca, hawa, matahari, bulan, bintang, hawa udara, air termasuk air hujan, angin, batu, tanah, flora dan fauna desa. Karena itu, warga desa sejati harus mampu membaca tanda tanda alam, membaca peluang dan risiko akibat alam, beraktivitas dan beradaptasi dengan perubahan alam, agar supaya selamat sejahtera; (2) Bila langit biru tanpa awan selama berbulan bulan, orang desa menghadapi risiko tanaman kering dan mati. Sebaliknya apabila langit selalu mendung dan cuaca hujan bermingu minggu, alamat sungai meluap, banjir bandang, banjir curah, tangkis patah, galengan putus, tanaman terendam, hanyut, busuk akar, risiko puso. Kedua situasi tersebut menimbulkan kebutuhan lumbung desa; (3) Hujan terus menerus di malam hari menyebabkan tanaman padi diserang penyakit beluk; (4) Bila bintang beluku muncul di langit malam, tandanya akan jatuh hujan, para petani mulai memperbaiki sarana pertanian, memperkuat galengan sawah, menambal dan membersihkan selokan tertier, memperbaiki jalan desa, menguruk genangan air, memperbaiki atap rumah, atap balai desa dan atap lumbung desa.
Keenam belas, ikatan manusia desa dengan manusia sedesa yang lain dapat digambarkan (antara lain) sebagai berikut: (1) Bagi sebagian desa, manusia desa murni adalah manusia tak mempunyai pikiran keluar dari desanya, merasa sehidup semati dengan desanya. Pemerintah Kabupaten menjaga agar setiap Pilkades menggunakan azas kemurnian ini, agar desa tak dijajah “orang asing”; (2) Tolong menolong antar warga desa adalah kewajiban sosial tiap warga desa. Guru, kepala desa dan orang orang yang dituakan, orang tua dianggap pemegang sifat baik dan mulia, karena itu dihormati dan ditaati. Warga desa menerapkan konsep kesetiaan terhadap orang orang tersebut; (3) Keadilan sosial desa berbasis budaya mengasihi, peduli dan memberi, tak ada budaya menuntut apalagi demo. Panen adalah event memberi padi bagi para pemungut tak bersawah ladang, gentong air didepan rumah disediakan bagi musafir lewat dan kehausan, sarana desa seperti sarana sosial seperti gamelan, saha, tegalan, rojokoyo (hewan ternak), wayang, meja kursi perhelatan adalah (tidak disebut hak) milik desa yang digunakan bersama sesuai hukum adat desa tersebut; (4) Datuk Maringi atau tuan tanah semena mena digambarkan dalam bentuk angkara murka Dasamuka dan Balad Kurawa dalam wayang purwa. Individualisme, liberalisme, materialisme adalah kaidah Barat yang tidak disukai dalam budaya desa. Penerapan kaidah sama rata rasa rasa, musyawarah untuk sepakat, keadilan sosial versi desa (yaitu keadilan batin, bukan keadilan lahiriah), bukan pemungutan suara, adalah basis keadilan desa. Cukup satu orang tidak setuju, rapat desa tidak dapat ditutup. Dalam desa, jangan sampai ada kelompok dirugikan oleh kelompok lain, ada kelompok yang dizalimi kelompok lain. Tak ada yayasan, tak ada rumah miskin pada sistem desa, tak ada pengemis di desa, menolong sesama yang terlantar, seperti kebakaran, kebanjiran, sakit, meninggal, perkawinan, panen adalah kewajiban sehari hari, bukan kebajikan atau kebaikan hati orang kota; (5) Gugur gunung adalah pekerjaan fisik besar besaran yang dilakukan seluruh anggota desa, dan kepala desa hadir untuk memimpin. Kalau kepala desa berhalangan karena sakit dll, sebuah arak-arakan payung, busana kepala desa, songkok diatas baki memasuki perhelatan gugur gunung, sebagai simbol kepala desa hadir secara batiniah. Dalam kerja gugur gunung, tak ada iri hati, tak ada yang memilih kerja ringan, apalagi memerintah sesama penduduk desa; (6) Demo gaya desa disebut “pepe” yang berarti dibawah terik matahari, duduk diam di alun alun didepan rumah kepala desa, sampai keberatan warga didengar kepala desa; (7) Kepala keluarga, mempunyai lahan pertanian dan rumah tinggal keluarga sebagai pemegang hak dan kewajiban desa, sebagai warga desa penuh; (8) Kepala keluarga tanpa lahan pertanian namun memiliki rumah tinggal keluarga memiliki hak dan kewajiban lebih terbatas; (9) Penduduk desa tak berlahan pertanian dan tidak berumah disebut orang mondok. Warga desa golongan ketiga ini tak boleh ikut serta mengatur desa, sekalipun tingkat sosial, pengalaman, bintang jasa dan tingkat pendidikan di NKRI amat tinggi; (10) Hukum perdata desa berbasis hukum adat berbasis moral dan saling percaya, pelanggaran janji pada umumnya dimengerti dan dimaafkan oleh pihak dirugikan, hubungan majikan dan buruh seperti hubungan ayah-anak; (11) Dukun desa memberi obat lahiriah berupa jamu, parem, bobok dan lain lain, serta obat batiniah berupa rasa aman, terlindung dan harapan sembuh. Secara bertahap, fungsi dukun diganti oleh dokter wajib kerja dan poliklinik desa. Pada sebagian desa tak berdukun atau berdukun kurang handal, orang desa memilih berkunjung pada punden (tempat yang dipundi / dihormati / dianggap keramat) dan petilasan (makam wali, batu keramat, pohon besar jenis tertentu dll) dalam teori Barat disebut animisme. Disamping penyebuhan oleh dukun atau dokter desa, orang sakit ber samadi, berdoa dan mengheningkan cipta pada suatu tempat keramat.
Ketujuh belas, ikatan manusia desa dengan tuhan dapat digambarkan (antara lain) sebagai berikut: (1) Bagi orang sakit atau tidak sakit, bermasalah atau tidak bermasalah, samadi, berdoa dan mengheningkan cipta, untuk membersihkan jiwa dan/atau memohon sesuatu (keselamatan, menghapus duka atau kekecewaan, tolak bala dan goda rencana) kepada kekuasaan lebih tinggi, seperti Tuhan atau Danyang (bahureksa, pelindung desa) menumbuhkan tradisi mistik desa. Samadi bermaksud mencapai tataran ekstasi spiritual tertentu sepertimanungaling kawula gusti(menyatukan diri dengan zat mulia),sangkan paraning dumadi(kembali ke asal), dengan kepercayaan bahwa Allah mengatasi segala permasalahan yang timbul oleh ambisi / kekuasaan duniawi (Suradira jayaningrat, lebur dening pangastuti), dahsyatnya samadi digambarkan oleh berbagai sekuel wayang purwa seperti Dewa Ruci (Bhima / Wrekudoro /Brotoseno bertapa), Arjuna Wiwaha (Arjuna / Permadi bersamadi di tengah medan perang Kurusetra, maka muncul panah pasopati berbentuk “daru” (cahaya biru muda di angkasa)). Karena itu, proyek tol laut NKRI versi Jokowi sebaiknya digambarkan sebagai Tambak Setu Bandalayu (Ramayana), dan SAP Desa sebagai Pasopati, lebih dapat dipahami oleh desa. Perlu di catat – menurut kepercayaan itu – bahwa hanya semadi para ksatria yang suci dan tidak menginginkan keduniawianlah yang mendapat berkah yang Maha Kuasa (Sirna ragadalam bahasa Sunda,ngrogo sukmodalam bahasa Jawa), sebagai basis GCG desa; (2) Terkait pada tanda tanda alam dan dunia sipritual, kalau mendengar siul burung tuwu atau culik, tandanya ada pencuri. Kalau burung gagak hinggap di atap rumah atau halaman rumah, tandanya dalam rumah akan ada orang meninggal. Berbagai desa mengawinkan kucing tatkala kemarau panjang, untuk mengundang hujan.
Kedelapanbelas, penanda tangan LK desa tak selalu disebut kepala desa. Terdapat pula kemungkinan dua kepala desa dwitunggal, terdapat hanya di rantau Kampar, disebut datu’ duo sakoto sebagai pucu’ gadang (urusan DN) di nagari dan pucu’ gadang karantau (urusan LN). Kepala desa disebut dengan berbagai sebutan, misalnya petinggi, bekel, lurah, koewoe, manur, demang, wedana, di daerah Batak disebut penghulu, partahi, raja, pamusuk, manakap, kepala kampung, di daerah Minangkabau disebut panghulu, panghulu andiko/undiko bergelar datu’, di daerah Sumatera Selatan Kepala kampung disbut tuo kelebu, tuo tengganai (Jambi), di Sumatera timur disebut batin atau penghulu, di Minahasa disebut hukum tua, di daerah Toraja disebut kepala negorei, mokole lipu atau kepala, di Sulawesi selatan disebut matowa, jannang, anrungguru, galarrang, di Ternate dinamakan mahima (Halmahera), Kepala soa, hoana, di Ambon disebut Johu, di Buru disebut matlea, gebha, di Aru disebut kepala, di Ambon disebut latu atau kamare, di Irian Barat disebut sambanim, som-onim, korano atau dimarai, di Timor disebut temukun, temukung, dato fukum, mane sio, maramba, di Sawu disebut ketu rae, di Adorane disebut kalake, di Jawa/Madura disebutaris, lurah, petinggi, bekel, penatus, kelebun, penggaba, lolo (Madura), kuwu (Cirebon), lurah (Priangan), jaro (Banten), bekel dadal untuk desa perdikan.
Dalam tradisi ribuan tahun, kepala desa adalah penduduk desa dipandang terpenting bagi kehidupan desa, antara lain bertugas: (1) Melakukan pengawasan umum dan paripurna atas desa; (2) Bertindak sebagai pelindung adat desa,menjaga sistem kolegial; (3) Mengatur polisi desa; (4) Membereskan berbagai perselisihan kecil kecil di desa; (5) Melakukan pemungutan pendapatan desa; (6) Memimpin rapat desa; (7) Membuat koordinasi kerja gugur gunung atau semacamnya; (8) Kepala desa bersama orang – orang tua desa (disebut para pinitua, para warga parentah desa, para kepala adat, para kepala kampung) membentuk dewan desa (atau saniri rajapati, saniri negeri); (9) Kepala desa tidak boleh mengatur / menentukan zakat; (10) Pemerintahan yudikatif adalah Dewan Morokaki, terdiri atas para pinitua desa dengan berbagai sebutan seperti morokaki, merkaki, ponokaki, tuwo-tuwo, pinituwo, wong tuwo, tuwo-deso, kolot, kokolot atau korolot. Dewan Morokaki sekali sekali menjadi mejelis pertimbangan; (11) Rapat desa adalah lembaga legislatif desa, merupakan lembaga tertinggi desa.
Kesembilanbelas, kepala desa sejak zaman Belanda dibantu wakil-wakil kepala desa atau kepala kepala kecil desa, mungkin berjabatan jurutulis (carik) desa, seorang ulama, dan beberapa pegawai biasa, kelihatan diakomodasi oleh UU Desa. Guru desa, jurutulis (carik) bank desa, jurutulis (carik) lumbung desa dan penjaga keamanan desa tidak termasuk anggota pemerintah desa.
Kedua puluh, kepala desa dapat ditunjuk pemerintah pusat sebagai wakil pemerintah untuk memungut pajak desa. Tertengarai bahwa berbagai kepala desa diperlakukan sebagai bawahan camat, ketimbang sebagai sebuah daerah otonom yang bebas dari Kabupaten.
Kedua puluh satu, pembangunan Desa sebagai Daerah otonom Tingkat III sebaiknya memertimbangkan: (1) Federasi desa merupakan inisiatif desa desa yang ingin bergabung, bukan pengarahan apalagi instruksi pemerintah pusat cq pemerintah provinsi; (2) Jangan sampai membangun dikotomi pemerintah daerah dan pemerintah desa, hindari gangguan otonomi desa, cegah budaya materialisme dan politik masuk desa; (3) Pajak desa hendaknya minimum, harus sesuai UUD; (4) Semua calon pejabat desa harus melalui kursus jabatan; (5) Pegawai kewedanaan hendaknya berpengetahuan tentang desa, menjadi pelindung otonomi dan kesejahteraan desa. Organ desa harus diawasi agar tidak dikuasai oleh seorang oknum; (6) Untuk menjaga otonomi dan kemurnian desa, pemerintah kewedanaan tidak mengusik urusan legislatif, yudikatif dan pemerintahan desa; (7) Batas desa dan pengaturan pemanfaatan tanah desa harus jelas dan sehat.
Kedua puluh dua, akuntansi tanah desa berbasis administrasi tanah desa, antara lain mencakupi: (1) Administrasi tanah desa berdasar jenis tanah dalam bentuk daftar tanah desa; (2) Administrasi kepemilkan dan perubahan pemilikan tanah desa; (3) Administrasi penguasaan (hak pakai, hak memungut hasil atas tanah dll) dan perubahan penguasaan tanah desa, misalnya tanah bengkok; (4) Administrasi perubahan peruntukan tanah desa, misalnya peruntukan hunian, DAS dan tanah fasos fasum (pasar desa, sekolah desa, poliklinik desa dll), pertanian, pertambangan, pelabuhan, industri, hutan lindung, dll; (5) Tanda tanda batas kepemilikan, penguasaan, penggunaan, peruntukan tanah; (6) Administrasi pembukaan tanah baru; (7) Berbagai jenis peta desa; (8) Daftar penyewa tanah; (9) Daftar perusahaan real estat yang berusaha desa tersebut; (10) Daftar perusahaan industrial estat yang berusaha pada desa tersebut; (11) Daftar tanah milik pemerintah daerah dan pemerintah pusat NKRI; (12) Daftar tanah milik perusahaan pengembang; (13) Daftar tanah labil (mudah longsor, selalu terendam dan banjir saat musim penghujan dll); (14) Daftar tanah sengketa; (15) Daftar tanah milik orang asing (bukan penduduk desa tersebut); (16) Daftar kepemilikan tanah pernama tuan tanah; (17) Daftar tanah sedang reklamasi, reboisasi dan program pembangunan lain (misalnya waduk); (18) Government Financial Statistics (GFS) tanah pertanian dan produktivitas pertanian
Kedua puluh tiga, manajemen desa berpengaruh pada buku kas desa, akuntansi desa, dan LK desa, antara lain
Bagian Umum Desa
Urusan peraturan desa, perda, rencana perdes sampai pengesahan perdes dll; (2) Urusan administrasi pemerintahan desa, suart menyurat pemerintahan desa, perbendaharaan desa, pencatatan administrasi dan akuntansi desa, pelaporan desa versi Permendagri 113, sebagai “auditor internal” segala aspek pemerintahan desa; (3) Urusan keuangan desa, anggaran desa, akuntansi desa, LK desa, pemeriksaan lapangan belanja modal, melakukan teguran pelanggaran sistem keuangan desa; (4) Urusan musyawarah desa, membuat legislasi desa, evaluasi pertanggungjawaban anggaran & keuangan dari Kades, perencanaan strategis desa; (5) Urusan pegawai desa, administrasi kepegawaian desa; (6) Urusan tanah desa, pertanggungjawaban tanah perdikan, tanah bengkok, tataruang, peruntukan dan lain lain; (7) Urusan informasi dan penerangan desa, pembangunandan pemeliharaan sistem informasi lisan, elektronik dan tulisan bagi seluruh penduduk desa; (8) Urusan pengadilan adat desa, sesuai hukum adat tiap desa.
Bagian Keamanan Desa
Urusan polisi kejahatan desa dan pelanggaran hukum desa, pembuatan daftar bromocorah, pecalang, residivis, melakukan penangkapan dan penahanan dll; (2) Urusan polisi bidang politik di desa, menjaga kesetiaan desa kepada NKRI, mengawasi infiltrasi asing dari luar desa, menjaga kemerdekaan berserikat penduduk desa, pemilihan kades yang LUBER; (3) Urusan polisi bidang ekonomi di desa, penjagaan barang perdagangan berbahaya bagi desa, mencegah dan membasmi praktik tengkulak, lintah darat, ijon, perdagangan narkoba, manusia dll yang menyengsarakan penduduk desa; (4) Urusan polisi bidang sosial di desa, penjagaan bahaya sara, fakir miskin, kesehatan umum, keamanan, sumber air minum desa, mencegah kegiatan pelacuran dalam desa, menghapus kegiatan anti agama, anti sosial, pengrusakan berbagai budaya desa; (5) Ururan polisi pelindung wanita dan anak anak, kehormatan dan keamanan mereka, perlindungan khusus pada janda, peningkatan produktivitas wanita desa; (6) Urusan polisi hutan, bahaya alam, perbatasan dan keamanan umum desa, misalnya pengamanan risiko penyakit menular, pengrusakan dan kebakaran hutan, sungai, menjaga batas, pagar, sarana pemadam kebakaran, titir dan kentongan, dll.
Bagian Kemakmuran Desa
Urusan pertanian dan perkebunan desa, menjaga batas kepemilikan, mencegah kaum kapitalis masuk desa, mencegah pewarisan, penjualan sebagian, pembelahan hak milik atas tanah menjadi terlampau kecil sehingga melanggar skala ekonomi, mendorong pewarisan semangat bertani kepada generasi penerus agar tidak meninggalkan desa; (2) Urusan perhewanan desa, mendorong industri perhewanan sesuai kondisi alam desa, pasok bibit unggul dari pemerintah pusat dan pemda, penyuluhan peternakan, pembangunan koperasi atau BUMD bidang peternakan, pemberantasan dan pencegahan penyakit menular antar hewan, BUM Desa pakan hewan dan hasil peternakan, mendorong penjualan dan ekspor hewan eksotik; (3) Urusan perikanan desa, mendorong industri perikanan sesuai kondisi alam desa, pasok bibit unggul dari pemerintah pusat dan pemda, penyuluhan perikanan laut & darat serta industri pertambakan, pembangunan koperasi atau BUMD bidang perikanan, bantuan dan penyuluhan nelayan pesisir, pemberantasan dan pencegahan penyakit menular, BUM Desa penangkapan ikan laut dalam, BUM Desa pakan ikan dan BUM Desa hasil perikanan, mendorong penjualan dan ekspor ikan eksotik (arwana dll); (4) Urusan pelayaran desa, penyuluhan perikanan tangkap, koperasi, BUM Desa dan bank pendanaan nelayan dan transportasi laut hasil desa; (5) Urusan perdagangan desa, edukasi kaidah pemasaran bagi orang desa, mendorong UMKM perdagangan hasil desa; (6) Urusan perindustrian desa, mendorong industri rakyat berteknologi murah berbasis perkebunan rakyat, hasil bumi, hasil laut dan peternakan, pengembangan UMKM Desa, pengembangan industri daur ulang; (7) Urusan transpor, membergunakan jaringan tol darat dan tol laut NKRI, mendorong usaha transportasi desa, dalam kerjasama dengan Urusan jalan desa; (8) Urusan pasar desa, sebagai spesialis urusan perdagangan desa yang berbentuk pasar desa, spesialis pasar padi, pasar sapi, pasar ikan dll, bekerjasama dengan pariwisata desa cq wisata belanja, pasar seni produksi rakyat di Bali, juga untuk urusan memberantas ijon dan lintah darat; (9) Urusan bank desa, mendidik masyarakat desa agar terbiasa menggunakan berbagai fasilitas BRI, bank tani dan nelayan; (10) Urusan sandang – pangan – papan – paran desa, koperasi desa dan BUM Desa bertugas menyediakan busana desa dengan harga semurah murahnya, penyediaan pangan menggunakan azas swasembada secara optimal, mendatangkan kebutuhan selebihnya ke dalam desa. Tak boleh ada penduduk tak memiliki tempat berteduh atau pondok sederhana yang dicukupi oleh pembangunan gotong royong tunawisma desa. Desa berada pada wilayah terpencil membutuhkan sarana transportasi pribadi atau sarana transportasi publik.
Bagian Kesejahteraan Desa
Urusan sekolah desa, kursus dan pelatihan, anggaran desa menyediakan belanja modal bagi sekolah dasar desa, pemerintah kabupaten menjadi pemasok utama guru desa bagi tiap desa dalam kabupaten sesuai jumlah anak anak tiap desa. Kursus kursus keterampilan diadakan untuk meningkatkan hasil produksi khas desa dan kerajinan desa, terdapat pelatihan praktik pembenihan, bercocok tanam dan budidaya tambak. Desa amat mendukung pendirian sekolah swasta, sekolah teknik pertukangan saprodi dan perahu, kursus kerajinan rakyat dan pusat pelatihan tambak; (2) Urusan pendidikan rakyat desa, berbentuk taman bacaan desa, pendidikan kesenian asli desa, TV desa, pemutaran film menggunakan CD terpilih dan sejalan dengan budaya desa; (3) Urusan kebudayaan desa, ke bhinekaan kebudayaan desa dipelihara dalam konteks budaya nasional, identitas NKRI dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari hari desa. Kepala desa adalah pelindung budaya asli desa dari serangan budaya global, seniman budaya asli adalah guru desa atau beberapa desa berdekatan, generasi muda didorong untuk menguasai seni asli; (4) Urusan sekolah agama, padepokan dan pesantren desa. Desa berketuhanan yang Maha Esa mengirim putra putri desa ke sekolah guru agama di kabupaten atas biaya sendiri atau kas desa, desa mendirikan sekolah agama dan/atau memasukkan kurikulum agama pada sekolah sekolah desa; (5) Urusan rumah ibadah desa, disediakan sebagai fasos fasum desa dan dipelihara dengan kas desa, sesuai mayoritas pemeluk agama. Ibadah didorong oleh kepala desa, agar etika dan moral tumbuh subur, pDB desa meningkat apabila kerja merupakan sebuah bentuk ibadah, sengketa dan pengadilan adat menurun, kejahatan menurun, biaya polisi desa dapat di hemat; (6) Urusan kewarganegaraan desa, adalah fasilitas layanan adminsitrasi desa. Disamping memelihara adat asli, budaya asli dan penegakan hukum adat, para pemuda desa yang bermaksud merantau membutuhkan berbagai identitas diri yang berlaku secara nasional dan internasional, seperti KTP, Surat Nikah, dan Surat Kelakuan Baik; (7) Urusan perawatan orang miskin, pengangguran sendirian dan yatim piatu tersesuai adat desa. Kepala desa harus arif bijaksana, jangan sampai budaya modern seperti panti jompo, panti asuhan yatim piatu dan semacamnya merusak adat tolong menolong ribuan tahun; (8) Urusan perburuhan dan pemberantasan pengangguran desa. Pada umumnya tidak terdapat gelandangan di desa. Apabila ada, kepala desa wajib membersihkan desa dari gelandangan, serikat preman, rumah judi, rumah bordil dan warung remang. Pada beberapa adat, terdapat adat judi, sabung ayam, dan adu domba yang harus disikapi secara bijak oleh Tua-Tua Desa dan Kepala Desa, memertimbangkan bahwa maizir haram bagi penganut agama Islam. Kantor desa memantau pengangguran tersembunyi dan mendorong agar penduduk desa pelatihan kejuruan desa dan/atau melakukan kegiatan produktif harian (9) Urusan kebersihan umum desa, rumah tangga dan pekarangan. Tugas utama kantor desa adalah mengawasi dan menjaga kebersihan desa, antara lain; (a) Manajemen penyakit menular, hama lalat, kumbang, tikus dll; (b) Pengelolaan sampah desa, gotong royong pembuatan rabuk dan kompos; (c) Pengumpulan sistematis sampah desa; (d) Tempat penimbunan, pembakaran sampah desa; (e) Gotong royong pembersihan dan reklamasi selokan, jalan raya & fasos fasum desa; (f) Inspeksi berkala selokan & kebersihan pekarangan rumah; (g) Penjagaan & perlindungan kebersihan sumber air desa; (10) Urusan rumah sakit desa, poliklinik dan dukun melahirkan sesuai kebijakan Kabupaten dan aktivitas Satker Kesehatan tingkat Kabupaten untuk pembangunan poliklinik desa, suntikan massal, program pestisida, dan program melahirkan di poliklinik; (11) Urusan olahraga dan kewiraan desa, dengan program pelestarian olah raga dan kewiraan berdasar adat budaya desa, pengembangan olah raga modern di sekolah sekolah desa dan pencaharian bibit unggul bagi pelatnas. Pencak silat adalah tradsi budaya kewiraan, berbasis tradisi olahraga pesantren, agar kedigdayaan & kewiraan menjadi unsur produktif pembangunan budaya asli dan keamanan desa.
Bagian Teknik Umum
Urusan irigasi desa dan air minum, berawal dari proram irigasi nasional (waduk, bendungan dan jaringan primer), provinsi, kabupaten, ke wedana an, selanjutnya – dibawah satker pengairan kabupaten – jaringan irigasi kewedanaan atau desa dibangun berdasar azas swadaya masyarakat atau APBN/APBD bila ada. Irigasi merupakan dasar ekonomi agraria bagi NKRI, produktivitas dan kesejahteraan berbagai desa tegalan meningkat ribuan persen apabila terdapat sistem irigasi cq pembagian air yang baik. Program pembangunan ambisius jalan tol laut, jalan tol darat lintas kepulauan NKRI dimanfaatkan hanya oleh desa produktif hasil bumi dan kerajinan asli. Pemerintah juga sedang membangun KBBI V Daring versi 2016 sebagai tol budaya, dimaksud memperlancar hubungan dagang antara 400 suku bahasa. Di bawah suatu satker Depdagri, sepanjang aliran sungai lintas provinsi, para gubernur berkoordinasi, pada bupati berkoordinasi dan tiap desa berkoordinasi; (2) Urusan jalan umum, jembatan, fasos, fasum desa. Sebuah kewedanaan mungkin mirip sebuah realestat sendiri. Sebuah desa mungkin mirip sebuah realestat mandiri, fasos fasum desa tersesuai kegiatan sosial ekonomi utama tiap desa tersebut, sebagian adalah jalan provinsi dan kabupaten melewati desa, sebagian lagi adalah jalan desa itu sendiri, yang dibangun berdasar dana alokasian APBN/D dan/atau swakarsa desa. Kemandirian desa mandiri antara lain ditandai kecukupan fasos fasum desa, berbagai desa dapat membangun fasos fasum bersama beberapa desa lain seperti jembatan antar desa, TPA sampah desa, sekolah dasar, poliklinik dan pasar desa yang dibangun pada perbatasan dua desa atau lebih. Pada kantor kepala desa, urusan jalan umum, fasos dan fasum sering berkaitan dengan pendapatan retribusi desa; (3) Urusan properti desa, gedung desa, heritage assets dan bangunan bukan gedung milik desa. Candi dan bangunan bersejarah menjadi obyek wisata, berbagai properti desa berbentuk lumbung desa, sekolah desa, dan lain lain diurus, diawasi, dikelola dan dipelihara oleh kantor kepala desa. Di desa juga sering terdapat bangunan atau gedung milik pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten, diperhatikan oleh kepala desa, walau tidak dikelola desa; (3) Urusan pelabuhan, tambangan dan tempat penyeberangan diurus oleh kantor kepala desa, terutama tempat tambat perahu nelayan, tempat parkir kapal perikanan samudra dan perahu dagang, pabrik es dan pasar ikan. Pemerintah kabupaten, pemerintah desa atau penduduk berinsiatif menyediakan jasa perahu tambangan penyeberangan selat, danau dan sungai. Sebuah desa dapat ditempati pelabuhan tepi laut oleh pemerintah pusat atau kabupaten; (4) Urusan hutan desa dikelola kantor desa. Hutan lestari atau hutan lindung pemerintah pusat diperhatikan saja, karena urusan pemerintah pusat dan kabupaten. Kantor desa mengawasi menjamin bahwa tidak ada penduduk desanya merusak hutan, menjaga risiko harimau masuk desa dan risiko kebakaran hutan. Hutan eksploitasi berbasis HPH menyebabkan kantor desa selalu berkoordinasi dengan perusahaan pemegang HPH yang mungkin mempunyai kantor perwakilan di desa tersebut. Pelanggaran hukum pemegang HPH segera dilaporkan polisi hutan kepada Kades, Kades kepada pemerintah Kabupaten, Provinsi dan wartawan; (5) Urusan pemakaman umum desa terkait hukum adat tentang pemakaman, dengan jurukunci, daftar makam, kegiatan penjagaan oleh penjaga dan pembersih lahan pemakaman. Lahan pemakaman terbagi berdasar hukum adat beberapa suku utama dalam desa tersebut. Pada umumnya, tidak ada biaya pembelian tanah kuburan, biaya pemakaman dan iuran berkala di desa; (6) Urusan tepi jalan desa dan DAS desa merupakan urusan kantor kepala desa, terkait pada batas pemilikan tanah, batas desa, peta, penjagaan ketertiban tataruang desa agar tepi jalan dan DAS tidak ditumbuhi pohon liar, warung liar atau rumah liar. Kepala desa mengumumkan gugur gunung untuk rehabilitasi kondisi tepi jalan dan DAS yang rusak, juga dalam acara mengatasi erosi DAS atau daratan akibat banjir atau erosi laut; (7) Urusan pembangkit listrik dan distribusi listrik desa. Kantor desa membuat administrasi listrik masuk desa, terutama perihal; (8) Listrik masuk desa harus digunakan untuk mendukung penghasilan utama desa tersebut; (9) Optimalisasi listrik bagi keamanan desa, peningkatan kesejahteraan RT desa, gaya hidup modern, peningkatan produktivitas asli desa karena listrik; (10) Pemeliharaan gardu listrik pemerintah pusat & kabupaten; (11) Manajemen pembangkit listrik milik desa itu sendiri; (12) Gaji pegawai listrik, biaya pemeliharaan jaringan listrik dalam desa; (13) Manajemen penerangan khusus bagi wilayah kritis, manajemen giliran pemadaman; (14) Penggantian titir kentongan dengan sirene desa; (15) Urusan sungai, selokan, gorong gorong dan daerah resapan, merupakan urusan kantor desa pada desa pelanggan musibah banjir dan kekeringan, terkait pada kegiatan gugur gunung pemilharaan fasos fasum, hama penyakit, kebersihan dan kesehatan desa umumnya, kesehatan & kebersihan RT desa khususnya; (16) Urusan sampah desa, mencakupi tempat pembuangan akhir (TPA), pembakaran sampah, manajemen arah angin dan manajemen polusi udara akibat pembakaran sampah, manajemen daur ulang sampah menjadi kompos atau pupuk, kerja sama antar desa dalam bentuk TPA perbatasan beberapa desa; (17) Urusan BUM Desa.
Kedua puluh empat, terkait pada penghasilan utama dan penghasilan tetap desa, terdapat kemungkinan desa mendirikan BUM Desa atau koperasi desa mencakupi urusan pertanian (bibit, saprodi, saprotan, sapronak), pemeliharaan dan penangkapan ikan, pertambakan, pertambangan, pasar hasil bumi, pasar / pelelangan hasil laut, pasar hewan, BUM Desa Pengangkutan Hasil Desa, Bank Desa, balai pemotongan & pengebirian hewan, penyamakan kulit, industri ikan asin, garam, bibit, petis, terasi, dan pasar hasil kerajinan desa. BUM Desa atau BLU Desa dapat melakukan kerjasama sama dengan pengusaha swasta, untuk mengatasi masalah teknologi, proses produksi, distribusi dan pemasaran produk/jasa BUM Desa. BUM Desa dapat merupakan konsorsium beberapa desa, misalnya untuk BUM Desa Sampah, BUM Desa Air Minum, BUM Desa DAS dan BUMN Desa Kawasan Industri Rakyat.
Kedua puluh lima, perimbangan keuangan pusat dan daerah makin baik dan matang, kini mulai menjangkau desa. LK Desa sebaiknya menjelaskan bila terdapat potensi pengembangan desa yang amat besar, sehingga membutuhkan alokasi APBN/D besar bagi desa tersebut, demi kemajuan pembangunan NKRI. Dengan demikian, LK Desa dapat menjadi basis alokasi APBN/D ke desa pada periode p[eriode yang akan datang, bukan alokasi sama rata sama rasa yang immaterial (sekitar Rp.1,5 M perdesa) bagi akselerasi pertumbuhan GDP regional. Tugas pemerintah pusat cq Departemen Desa, Departemen Dalam negeri dan Departemen Keuangan adalah membaca LK desa sebagai dasar alokasi APBN pembangunan desa.
Kedua puluh enam, berbagai pendapatan atau sumber penghasilan desa dari panen, produksi, hasil, pajak, retribusi dan sewa mencakupi antara lain; (1) Hasil pertanian tanah desa; (2) Hasil hutan desa; (3) Retribusi pasar desa; (4) Retribusi tambangan desa; (5) Retribusi pelabuhan desa; (6) Retribusi rumah pemotongan hewan desa; (7) Pajak pemotongan hewan; (8) Pajak garam; (9) Retribusi tanah makam desa; (10) Retribusi poliklinik desa; (11) Uang sekolah desa; (12) Retribusi iklan reklame desa; (13) Retribusi lampu penerangan umum desa; (14) Retribusi tempat pemandian umum, tempat cuci dan mandi; (15) Uang sewa tanahmilik desa; (16) Uang sewa gedung gedung milik desa; (17) Pajak tontonan; (18) Bea izin bangunan tepi jalan desa; (19) Pajak kendaraan; (20) Pajak anjing; (21) Pajak produksi dan penjualan miras, tuak, air tapai; (22) Hasil BUM Desa bidang pertanian, transportasi, pasar desa, pertambakan, pertambangan, BUM Desa Air Minum, BUM Desa Listrik, Kerajinan, rumah penginapan, hotel atau cottage milik desa, dll.
Dalam Andari, Sulindawati, Atmaja (2017), bahwa Sumber pendapatan asli desa akan menghasilkan output secara maksimal bagi pemerintah desa jika ditunjang dengan strategi yang digunakan pemerintah desa dalam mengelola pendapatan asli desa, Pengelolaan yang dilakukan dengan membentuk satu team khusus yang ditunjuk oleh Kepala Desa Pejarakan dengan memberikan SK (Surat Keputusan), peran BUMDes diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa agar Desa dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada di Desa Pejarakan dengan baik sehingga dapat meningkatkan jumlah pendapatan asli desa pada khususnya dan pendapatan desa pada umumnya. Dalam Yusifa (2014) bahwa sasaran strategis yang harus dicapai desa dalam kebijakan pengelolaan kekayaan desa, sebagai berikut: (1) identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi kekayaan desa identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi kekayaan; (2) perlunya Sistem Informasi Manajemen Kekayaan Desa Untuk mendukung pengelolaan kekayaan desa secara efisien dan efektif serta menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan kekayaan desa; (3) pengawasan dan Pengendalian Pemanfaatan Kekayaan Desa Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan kekayaan Desa; dan (4) keterlibatan Jasa Penilai Dalam otonomi desa pemerintah Desa. Dalam Saputra, Anggiriawan, Trisnademi, Kawisana, Ekajayanti (2019), bahwa strategi dibutuhkan dalam mengelola pendapatan desa supaya efektif dan bermanfaat bagi masyarakat yaitu identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi kekayaan desa dengan melakukan perencanaan pembangunan dilakukan berdasarkan musyawarah bersama yakni Musrenbang-Desa. Mengembangkan sarana prasarana untuk mendukung lajunya kebutuhan masyarakat terutama di bidang perdagangan, pertanian serta pariwisata. Perlunya sistem informasi manajemen kekayaan desa untuk mendukung pengelolaan kekayaan desa secara efisien dan efektif serta menciptakan transparansi.
Model desain peningkatan pendapatan asli desa ini perlu ada peran kolaborasi dengan seluruh stakeholder kunci yang ada di desa, termasuk para pemangku kebijakan, teknis implementasi kebijakan desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, anggota masyarakat desa.