Indonesia dan negara-negara Amerika Latin, secara geografis, terpisah jarak yang sangat jauh. Namun, dibalik itu terdapat beberapa kemiripan bahkan kesamaan yang menarik. Mengangkat tema “Ikatan Budaya antara Indonesia & Amerika Latin, seminar internasional diselenggarakan secara virtual pada 5 November 2021, oleh Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) bersama Universidad La Gran Colombia (UGC). Sebuah upaya merangkul dan memperkuat ikatan antara sesama institusi akademik untuk berkontribusi dalam berbagi pemahaman dan pertukaran informasi melalui pendekatan budaya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang menjadi ciri kedua wilayah tersebut sehingga menghasilkan jembatan untuk menghubungkan kedua belahan bumi dan menciptakan peluang baru berdasarkan saling pengertian.
Rektor UTS, Dr. Chairul Hudaya, dalam sambutannya mengatakan bahwa, “Perhatian dan pengembangan budaya merupakan hal yang penting sebagaimana perkembangan teknologi, karena budaya adalah inti dari kehidupan bermasyarakat”. “Di UTS, kami sedang menghadapi dinamika yang menarik di mana kami akan segera memiliki jurusan baru, yaitu Musik, Tari, dan Sastra Indonesia”. Dari Bogota, Dr. Sebastian Valencia Palacio selaku Direktur Hubungan Internasional, UGC, mengapresiasi terselenggaranya seminar ini walaupun di Sumbawa sudah masuk tengah malam. Melalui acara ini, keingintahuan civitas akademika UGC akan Indonesia bisa terjawab dan sangat berharap akan ada kegiatan serupa kedepannya.
Dengan perbedaan sekitar 13 jam, acara ini menghadirkan 6 pemateri yang berasal dari 5 negara. Mauro Scabuzzo, mahasiswa prodi Manajemen Inovasi UTS asal Argentina menyampaikan materi tentang keberagaman budaya di Indonesia. Dalam pemaparannya, Mauro menyuguhkan tayangan rekaman perbincangan dengan Sultan Muhammad Kaharuddin IV. Yang Mulia menjelaskan bahwa jumlah penduduk Sumbawa pasca meletusnya Gunung Tambora hanya tersisa ⅓ dari 70 ribu jiwa. Secara garis besar, masyarakat Sumbawa tentu harus menerima kedatangan itu dengan tangan terbuka. Bukan semata-mata hanya untuk pariwisata saja, yang paling penting adalah mengajarkan keramah-tamahan. Sumbawa harus tetap menunjukkan identitas asli budaya yang apa adanya. Dari aspek bahasa, Yang Mulia memberikan pandangan tentang mengapa tidak ada ucapan ‘terima kasih’ dalam Bahasa Sumbawa. Hal ini karena orang Sumbawa sangat bisa mengatakan sesuatu dengan ungkapan-ungkapan yang lebih lengkap, sehingga kalimatnya cukup panjang. Maka dari itu, Yang Mulia memunculkan istilah “Sakaran” yang diserap dari Bahasa Arab, untuk menyederhanakan kalimat. Yang Mulia sebagai Sultan Sumbawa mendukung UTS karena telah mempunyai pemikiran dan memikirkan pengembangan ini. Harapannya, UTS bukan hanya tempat bagi orang Sumbawa, siapapun bisa datang ke UTS sebagaimana bisa datang ke Sumbawa.
Selain itu, Igor Amanajas asal Brazil, menceritakan bagaimana keterkaitan Amazon dan Bali melalui Tari Bali dan drama. Dilanjutkan oleh Catalina Maria Bonilla, asal Colombia, memaparkan materi tentang keterhubungan akar budaya cerita rakyat Colombia dengan lukisan tradisional Bali. Nadia Gisela Radulovich, asal Argentina, berbicara mengenai hubungan Bilateral Argentina dan Indonesia. Manuel Fernando, asal Colombia, menjelaskan tentang karakter sosiolinguistik Bahasa Indonesia. Sementara dari Mexico, Cuauhtemoc Alfaro, berbicara tentang representasi komersial dan budaya Indonesia di Mexico. DIakhiri dengan pameran karya seni fotografi oleh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, UTS, Aka Kurnia S.F, tentang tradisi ‘Barapan Kebo’ Sumbawa. Secara keseluruhan, seminar ini dilaksanakan dalam 3 bahasa; Bahasa Inggris, Bahasa Spanyol dan Bahasa Indonesia.