Koresponden beritalima.com, Sumbawa. “Pendidikan adalah investasi penting bagi cerahnya masa depan”, itu rupanya menjadi jargon utama bagi Muhammad Abdul Latif, Izzudin Abu Bakar dan Athifah Muthi’ah yang merantau dari Jawa dan Sumatera ke Universitas Teknologi Sumbawa pada awal tahun 2015. Lima tahun berselang, tiga saudara ini menyelesaikan pendidikan dan diwisuda secara bersamaan, salah satunya Izzudin Abu Bakar meraih predikat cumlaude dari Program Studi Teknik Mesin.
Pandemi Covid-19 tidak menghalangi UTS Sumbawa untuk mengadakan wisuda tatap muka karena diselenggarakan dengan protokol kesehatan ketat. Dihubungi beritalima saat wisuda tatap muka UTS Sumbawa pada 12 September 2020 kemarin, Athifah Muthi’ah lulusan Prodi Teknik Informatika memaparkan kesan dan pesan pertama kali merantau ke Sumbawa. Sebagai mahasiswa perantauan, adaptasi adalah tantangan yang paling utama. Ketika awal-awal perkuliahan, mahasiswa perantauan banyak bertempat tinggal jauh dari kampus sehingga agar tepat waktu sering sekali menumpang kendaraan yang lewat, “kalau disini disebut BM (Brehentiin Mobil).”
Selain tantangan adaptasi, bahasa juga menjadi kendala di awal bagi mahasiswa perantauan. “Awalnya kami kaget dan bingung banyak mahasiswa asli Sumbawa yang berbicara menggunakan bahasa daerah, tetapi lama kelamaan akhirnya kami juga bisa berbahasa Sumbawa”.
Kesan yang mendalam bagi Athifah adalah keramahan penduduk Sumbawa dan bentang alam Sumbawa itu sangat cantik, lautnya biru, dan pemandangannya indah. “Kami kalau mengisi waktu kosong di sela-sela perkuliahan bisa sambil jalan jalan di pantai”.
Sementara Abdul Latif, lulusan Program Studi Psikologi bercerita tantangan terberat saat merantau ke Sumbawa ada pada seminggu pertama. Hawa Sumbawa yang panas karena musim kemarau, dimana-mana yang ditemui pohon dan tumbuhan berwarna coklat, sungai kering, tidak kenal siapapun dan rasa ingin pulang.
Namun, tantangan ini kemudian sirna karena keramahan mahasiswa daerah Sumbawa yang baik, saling mendukung dan sudah menganggap menjadi saudara sendiri. “Di UTS bahkan saya kemudian menjadi Ketua Program Pelaksana sebuah komunitas joki cilik di bawah naungan Fakultas Psikologi UTS Sumbawa.
Abdul Latif berkisah pengalaman paling berkesan baginya adalah saat turun hujan pertama kalinya di Sumbawa. “Kami bisa bersenang-senang saking rindunya dengan hujan”, sambungnya. “walaupun Sumbawa tidak sesejuk seperti di Jawa, tapi di tempat ini kami ditempa menjadi lebih baik dan lebih tangguh.”
Sementara dari Izzudin Abu Bakar, lulusan terbaik Program Studi Teknik Mesin ini berkisah banyak hal-hal baru yang ditemuinya saat pertama kali merantau di Sumbawa. Awalnya tidak menyangka ternyata banyak juga teman-teman sesama SMA-nya yang juga merantau ke UTS Sumbawa, selain itu beberapa saudara jauhnya juga berkuliah di Sumbawa.
Perkuliahan di UTS Sumbawa membawanya pada penelitian gabungan dengan kampus ITS dan UGM, serta hal-hal unik seperti touring naik motor matic dari Depok Jawa Barat ke Sumbawa serta seisi kelasnya yang ternyata laki-laki semua. “apapun itu, Sumbawa patut dirindukan karena banyak hal seru dan masih banyak tempat yang belum sempat disinggahi”.
Ketiga saudara ini telah membuktikan pepatah “Tuntutlah Ilmu sampai ke Negeri China”, mereka dengan rela meninggalkan kampung halamannya untuk meneruskan sekolah ke jenjang pendidikan tinggi, mengawali masa-masa awal perantauan yang berat, menyelesaikan masalah sendiri dan kemudian lulus dengan baik. Kisah ini diharapkan bisa menjadi inspirasi generasi muda untuk keluar dari zona zaman, bekerja keras dan menjadi pribadi yang tangguh.