Oleh :
FENDY MARADITA, M.M
DOSEN KEWIRAUSAHAAN UTS
Peningkatan angkatan kerja sebagai bonus demogafi dapat menjadi dua sisi yang memiliki dampak berbeda, disatu sisi menjadi pendukung pertumbuhan ekonomi suatu daerah melalui kegiatan produktifnya, sedangkan disisi lainnya juga bisa menjadi ancaman terutama jika tidak terserap secara optimal pada sektor formal. Hal tersebut menyiratkan bahwa bonus demografi bisa menjadi beban demografi jika pemerintah tidak mampu menyiasatinya. Konsekuensi dari dualisme tersebut maka pertumbuhan harus selaras dengan orientasi untuk memacu daya serap ketenagakerjaan di semua sektor.
u sendiri.
Menurut data dari BPS NTB, penduduk usia kerja di NTB pada Februari 2021 berjumlah 3,85 juta orang atau meningkat 63.610 orang dibanding Februari 2020. Penduduk usia kerja NTB mengalami tren peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Dari 3,85 juta penduduk usia kerja,71,32 persen atau 2,75 juta orang merupakan angkatan kerja, terdiri dari 2,64 juta orang bekerja dan 109.070 orang pengangguran.
Lulusan Perguruan Tinggi atau Universitas mendominasi pengangguran terbuka di Nusa Tenggara Barat sejumlah 7,07 persen atau 7.711 orang dari keseluruhan tingkat pengangguran terbuka sejumlah 3,97 persen atau 109.070 orang. Tingkat pengangguran terbuka tertinggi selanjutnya diikuti oleh tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) sejumlah 6,95 persen atau 7 580 orang, selanjutnya lulusan SMK sejumlah 4,34 persen atau 4.733 orang, lulusan SMP 3,65 persen atau 3.981, lulusan SD 1,95 persen atau 2.126. Sedangkan lulusan Diploma menduduki TPT terendah sejumlah 0,08 persen atau 87 orang.
Ketidakseimbangan antara ketersediaan lapangan kerja dengan jumlah tenaga kerja yang semakin meningkat setiap tahunnya menjadi salah satu penyebab masih cukup tingginya tingkat pengangguran di NTB. Disamping itu pengangguran juga menyangkut dimensi yang bersifat sosio-kultural dan kualitas Sumber Daya Manusia. Rendahnya sikap mental/ jiwa kemandirian juga terkait erat dengan masalah pengangguran, seperti tercermin dalam pandangan umum masyarakat kita yang seolah-olah menganggap bahwa yang namanya bekerja adalah menjadi pegawai. Dari dimensi sosial misalnya, generasi muda kita umumnya lebih tertarik menjadi pegawai dari pada melakukan usaha mandiri. Sementara secara kultur, para orang tua merasa lebih bangga dan bergengsi jika putra-putrinya bisa diangkat menjadi pegawai/ karyawan, meskipun semuanya tahu bahwa kesempatan kerja sebagai pegawai/ karyawan semakin terbatas.
Masalah pengangguran tentu tidak sepenuhnya diserahkan dan disalahkan kepada pemerintah, tetapi masyarakat juga harus mampu berfikir kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu upaya bersama dalam mengatasi hal tersebut adalah dengan merubah pola pikir dan memusatkan perhatian untuk memacu etos kewirausahaan, terutama angkatan kerja agar tidak terjebak rutinitas mencari pekerjaan, tetapi justru berusaha menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Pemerintah NTB sebenarnya telah memberikan perhatian dan alokasi anggaran yang cukup besar untuk menciptakan lebih banyak wirausaha, misalnya dengan membuat program 1000 wirausaha baru di NTB. Program tersebut tentu dibuat dengan harapan akan mendorong dan menciptakan wirausahawan baru di NTB. Terlebih saat ini masyarakat NTB memiiki peluang besar misalnya dengan branding NTB sebagai icon Pariwisata Halal dan juga adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika adalah bagian dari keunggulan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Upaya untuk mendorong wirausaha baru tentu diharapkan sebagai salah satu penunjang pembangunan ekonomi di NTB.
Pembangunan ekonomi akan lebih berhasil jika ditunjang oleh semakin meningkatnya wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha it
Wirausaha dapat menjadi alternatif sekaligus solusi untuk menekan angka pengangguran yang ada di NTB, karena angka pengangguran NTB masih tergolong cukup besar. Selain mengatasi pengangguran, wirausaha juga dapat mengatasi kemiskinan, rendahnya daya beli, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan masih banyak lagi yang sesuai dengan kondisi NTB saat ini.
Mengingat pentingnya peran wirausaha dalam pembangunan ekonomi tentu ini menjadi PR bersama untuk terus membangun dan meningkatkan wirausaha di NTB, dibutuhkan peran dan kolaborasi dari semua pihak baik itu dari Pemerintah, masyarakat serta Perguruan Tinggi .
Peran dari pemerintah tentu diharapkan akan terus memberikan dukungan melalui program bisnis dan memberikan pendampingan usaha kepada masyarakat, tidak hanya sampai disitu pemerintah juga harus terus mengevaluasi dan melakukan peningkatan program dari masalah yang ada. Kemudian masyarakat juga harus mampu mengubah mental dan pola pikir untuk secara sungguh-sungguh menjadi wirausaha dengan memanfaatkan peluang yang ada. Selain itu dibutuhkan peran dari Perguruan Tinggi dalam menciptakan lulusan yang sudah siap mental dan kompetensi menjadi wirausaha, misalnya melalui kurikulum, sistem pengajaran atau sampai kepada membuka prodi kewirausahaan yang lebih spesifik menciptakan wirausaha muda.