HUTAN MANGROVE SEBAGAI SOLUSI PENGURANGAN PEMANASAN GLOBAL DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR

Oleh: (Dosen Teknik Lingkungan, Universitas Teknologi Sumbawa)

Yuni Yolanda

Perubahan iklim saat ini sudah dirasakan bukan hanya di Indonesia, melainkan diseluruh belahan dunia. Perubahan iklim terjadi akibat adanya pemanasan global yang memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas manusia. Pemanasan global pun terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer antara lain adalah karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC, dan PFC) yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi sehingga menjadikan perubahan iklim di bumi.

Pemanasan global menyebabkan perubahan temperatur bumi yang membuat suhu lebih hangat lambat laun mengubah pola cuaca dan mengganggu keseimbangan alam yang normal sehingga menimbulkan banyak resiko bagi manusia dan semua bentuk kehidupan lain di bumi. Adapun lingkungan yang terkena dampak dari pemanasan global salah satunya yaitu wilayah pesisir terutama manusia yang hidup dan mencari makan di wilayah pesisir seperti nelayan. Dampak negative perubahan iklim antara lain kenaikan suhu permukaan air laut, intensitas cuaca ekstrim, perubahan pola curah hujan, dan gelombang besar. Dilansir dari berita ACT NEWS melakukan wawancara langsung kepada nelayan di Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok menyatakan: “Sekarang (cuaca) sudah enggak bisa diprediksi lagi. Mungkin, kalau lima tahun lalu kita lihat cuaca tenang, pasti melaut. Sekarang enggak bisa (hanya menerka cuaca). Kondisi mulai berubah, sekarang percaya aja sama BMKG,” cerita Wahyu.

Dampak negatif dari perubahan iklim akibat dari pemanasan global tersebut membawa dampak berkelanjutan dalam pola kehidupan masyarakat nelayan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya pola adaptasi dan strategi dalam menangani perubahan iklim tersebut maka pemenuhan kebutuhan hidup terkait kehidupan sosial ekonominya yang bergantung pada mata pencaharian pokok sebagai nelayan, sehingga masyarakat nelayan harus memiliki strategi bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan modal sosial yang dimiliki. Oleh sebab itu pemanasan global menjadi permasalahan yang tidak bisa lagi dianggap sebelah mata karena dapat beresiko mengubah stabilitas ekosistem, sosial ekonomi, dan merusak fungsi planet bumi sebagai penunjang kehidupan (Kusnadi, 2009).Wilayah pesisir memiliki ekosistem penting yang menurut para peneliti dunia mampu mengurangi dampak dari pemanasan global yaitu ekosistem hutan mangrove atau yang biasa dikenal masyarakat dengan hutan bakau. Mangrove sebagai blue carbon merupakan salah satu aksi mitigasi perubahan iklim, dimana mangrove mampu menyerap karbon lebih tinggi dan mampu menyimpan karbon hingga jutaan tahun melebihi kemampuan hutan tropis di daratan.

 Aksi adaptasi perubahan iklim oleh mangrove sebagai greenbelt pesisir, menurut (Romimotarto, 2001) hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting
di lingkungan pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis
Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan ombak, pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Fungsi biologis adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), dan sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi ikan dan biota laut lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku dan bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Selain itu, fungsi tersebut adalah strategis sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan menstabilkan ekosistem laut maupun daratan.

Menurut Ana 2015 Hutan Kawasan hutan mangrove adalah salah satu tempat yang paling nyaman untuk beberapa jenis mahluk hidup dan organisme. Beberapa spesies seperti udang, ikan dan kepiting banyak berkembang biak di kawasan hutan mangrove. Sementara manusia membutuhkan beberapa mahluk hidup tersebut sebagai sumber nutrisi dan bahan makanan yang penting untuk kesehatan. Adanya hutan mangrove selain mampu mengurangi emisi gas rumah kaca, juga mampu menjadi tempat nelayan mencari ikan, udang, dan lain sebagainya karena fungsi mangrove sebagai nursery ground sehingga nelayan tidak perlu jauh pergi melaut untuk mendapatkan ikan melainkan cukup mencari disekitar area hutan mangrove.

Untuk itu, perlu adanya kepedulian kita terhadap kelestarian hutan mangrove melalui cara sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keberlanjutan hutan mangrove bagi kehidupan generasi di masa yang akan datang.
2. Memanfaatkan buah mangrove untuk wirausaha masyarakat menjadi selai, sirup, cookies, kue, tinta batik, dan lain sebagainya.
3. Menjadi kawasan mangrove sebagai kawasan wisata berbasis konservasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
4. Menetapkan sanksi dan penegakan hukum bagi pelaku usaha yang memanfaatkan hutan mangrove yang tidak memperhatikan aspek koservasi.
5. Pembersihan hutan mangrove dari sampah, tumpukan sampah dapat menghalangi sirkulasi udara sehingga akar mangrove sulit melakukan rspirasi dan mengakibatkan kematian mangrove tersebut.

Perilaku Eksisting Masyarakat Peternak di Sepanjang Sungai Brangbiji Sumbawa dalam Penerapan Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM)

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (PSTL FTUI),...

Read MoreApril 3, 2024

Asesmen Lapangan Prodi Sosiologi UTS Terlaksana; Upaya Meningkatkan Standar Pendidikan

SUMBAWA – Program Studi Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan...

Read MoreApril 3, 2024

Dua Mahasiswi FTLM Wakili UTS dalam Ajang ON MIPA 2024

Sumbawa, 28 Maret 2024 – Dua mahasiswi Universitas Teknologi Sumbawa...

Read MoreApril 3, 2024

UTS Siapkan Elang Muda Untuk Pilmapres Nasional 2024 Mendatang

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (PILMAPRES) Universitas Teknologi Sumbawa tahun 2024 telah...

Read MoreApril 3, 2024