Tim peneliti dari Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) telah berhasil membuat kemasan kertas ramah lingkungan yang diberi nama “I Grow”. Bermodalkan data awal bahwa jumlah limbah plastik yang semakin bertambah, dan adanya kemungkinan bahaya migrasi monomer plastik ke makanan jika penggunaannya tidak tepat, tim dosen UTS menciptakan kemasan berbahan dasar kertas ramah lingkungan dari bahan baku kulit jagung dan ampas tebu. Tidak dapat dipungkiri bahwa jagung merupakan salah satu komoditas utama di NTB. Setelah dipanen, jagung akan dipipil untuk dipasarkan, meninggalkan limbah berupa tongkol, batang, daun dan kulit jagung. Selama ini, limbah tanaman jagung akan dikeringkan dan dibakar begitu saja oleh petani. Tak jarang juga dibiarkan menumpuk dan melapuk di lahan persawahan. Padahal, limbah jagung terutama kulitnya masih bisa disulap menjadi aneka macam produk, salah satunya adalah kertas.
Penelitian pembuatan kertas berbahan dasar kulit jagung memang sudah pernah diteliti sebelumnya. Namun apabila kulit jagung dipakai sebagai satu-satunya bahan baku pembuatan kertas, kertas yg dihasilkan masih memiliki banyak kekurangan, diantaranya serat yang panjang sehingga sulit untuk ditulis dan dibentuk, rapuh, kurang elastis dan memiliki warna yang cenderung gelap. Kemampuan kulit jagung untuk dijadikan bahan baku pembuatan kertas tak lain dikarenakan kulit jagung mendung selulosa yang cukup tinggi, beberapa penelitian bahkan mengungkapkan kadarnya bisa mencapai 38%. Oleh karena itu, upaya perbaikan kualitas kertas dari kulit jagung perlu dilakukan. Tim UTS yaitu Ihlana Nairfana, S. TP., M. Si (dosen Program Studi Teknologi Hasil Pertanian), Chairul Anam Afgani, S. TP., MP (dosen Program Studi Teknologi Hasil Pertanian) dan Imam Munandar, S. Pt., M. Si (dosen Program Studi Peternakan) memformulasikan kulit jagung dengan ampas tebu dan tepung tapioka. Setelah beberapa kali trial dan error, tim dosen UTS ini telah berhasil membuat kemasan yang kokoh, elastis dan mampu terurai di dalam tanah. Pencampuran ampas tebu ke dalam formulasi bubur kertas mampu meningkatkan elastisitas dan daya tarik kertas serta memperbaiki warna kertas yang semula cokelat gelap menjadi kuning muda.
Tak sebatas menghasilkan kertas dengan karakteristik yang cocok untuk digunakan sebagai bahan pengemas, tim juga menambahkan benih tanaman microgreens ke dalam bubur kertasnya. Pemberian benih ini ditujukan agar ketika kemasan sudah berhenti digunakan, kemasan dapat ditanam lalu benih dapat tumbuh. Dengan perawatan sederhana yaitu penyiraman setiap hari maka tanaman kemudian bisa tumbuh dengan subur. Hasil penelitian yang mereka dapatkan yaitu benih akan mulai tumbuh setelah 9 hari kertas ditanam di dalam tanah. Hal inilah yang melandasi penamaan invensi mereka, yaitu “I Grow”, yang jika diartikan memiliki pengertian “saya dapat tumbuh”
Pembuatan kemasan dengan konsep ini tentunya menjadi salah satu upaya pengurangan limbah plastik yang berasal dari pengemas makanan. “Kemasan ini sudah terbukti biodegradable dan bisa di print, tentunya kami cetak juga pakai tinta yang eco-friendly. Di kemasan sudah kami sertakan step-by-step cara penanaman, jadi setelah selesai dipakai bisa ditanam, ga ada yang terbuang sia-sia” tutur Ihlana.
Di kesempatan lain, Chairul dan Imam menjelaskan bahwa saat ini kemasan sedang diujicobakan untuk mengemas dendeng daging kerbau fermentasi, yang juga ciptaan mereka. Analisis pendugaan umur simpan, pendaftaran paten, dan analisis perubahan mutu dendeng baik kimia maupun citarasa sedang tahap pengujian, tutur mereka.
Penelitian ini didanai melalui Hibah Penelitian Internal UTS (HITS) Tahun 2022. Jadi bagaimana, apakah anda tertarik mencoba mengemas makanan dengan kertas buatan tim dosen UTS ini? Nantikan launching perdananya di awal tahun 2023 mendatang.