Sumbawa – Tulisan karya Dosen program studi Sosiologi Universitas Teknologi Sumbawa, Imran Siswadi dan Supriyadi membahas pernikahan di bawah umur perpektif Ham.
Dalam bahasannya, Fenomena Pernikahan Pada Usia Muda Menikah muda (anak di bawah usia 18 tahun) atau menikah pada usia muda dapat mengakibatkan berakhirnya pendidikan anak dan mengurangi kesempatan anak untuk perkembangan fisik, oleh karena itu dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Ini meningkatkan risiko perkembangan anak, eksploitasi seksual selama kehamilan dan kelahiran prematur, dan bentuk kekerasan seksual lainnya (Laurensius, 2022). Apalagi membatasi akses anak perempuan, terutama di bidang ekonomi, yang pada akhirnya mempengaruhi posisi perempuan yang terpapar kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam abstraknya dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa persoalan tentang apa penyebab pernikahan dini dan bagaimana pernikahan dini mempengaruhi kehidupan keluarga dalam konsep HAM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu pencarian khusus untuk tujuan pengumpulan informasi dan kerja logika yang fokus pada objek penelitian dan informasi perpustakaan, atau fokus pada pemecahan masalah mendasar. Deklarasi Hak Asasi Manusia tidak hanya mengatur tentang keamanan keluarga, tetapi juga menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan dewasa berhak menikah dan membentuk keluarga tanpa batasan kewarganegaraan atau agama. Menikah muda atau menikah pada usia muda dapat mengakibatkan berakhirnya pendidikan anak dan mengurangi kesempatan anak untuk perkembangan fisik, oleh karena itu dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Perkawinan Anak, baik laki-laki maupun perempuan cenderung menyerang hak asasi perempuan. Hak anak yang terlantar juga hak atas pendidikan, hak pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan. Manipulasi usia perkawinan sebenarnya tidak menyelesaikan masalah, tetapi menimbulkan masalah baru yaitu anak tidak siap secara psikologis untuk menikah muda atau di bawah umur di area domestik dan interna.
Kesimpulan dari tulisan tersebut ialah bahwa hampir setiap negara mengalami masalah perkawinan anak yang sama. Penyebabnya tidak jauh berbeda. Malawi telah menerapkan beberapa kebijakan Proaktif sebagai pencegahan, persuasif sebagai Upaya optimalisasi kondisi kerangka kerja yang ada. Tindakan pencegahan adalah penyebaran untuk di jadikan pendidikan gratis dan mobilisasi berbagai sektor masyarakat untuk kepemimpinan pendidikan bagi anak,
penetapan standar minimum regulasi kehidupan pernikahan akan menjadi 18 tahun. Di sisi lain, terkait perkawinan anak, seiring waktu, pemerintah telah mengadopsi kebijakan untuk membuka kembali peluang memperluas
Tulisan ilmiah secara lengkap dipublikasikan dalam Edusociata Jurnal Pendidikan Sosiologi Volume 6 Nomor 1 2023.