PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SEBAGAI PUPUK PADAT YANG RAMAH LINGKUNGAN DI KANDANG TERNAK SAPI AL- KAHFI SUMBAWA

Penulis Husni, S.Pt., M.Si –

Dosen Prodi Peternakan Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati

Limbah peternakan merupakan produk dari usaha peternakan, yang keberadaannya tidak dikehendaki sehingga harus dibuang. Limbah peternakan terdiri dari banyak jenis sesuai ternak yang menghasilkannya. Usaha budidaya ternak (sapi) menghasilkan limbah berupa kotoran ternak (feces, urine), sisa pakan ternak sepertipotongan rumput, jerami, dedaunan, dedak, konsentrat dan sejenisnya. Setiap harinya, seekor sapi menghasilkan kotoran 10-15 kg.Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh limbahternak (khususnya kotoran sapi) secara sederhana dan cepat sertamemberikan manfaat ekonomis bagi para peternak adalah melakukan proses pengolahan dengan menggunakanbantuan EM4 (Effective Microorganism 4).Selama ini pemanfaatan pupuk kandang langsung digunakan untuk pemupukan, tanpa melalui proses pengolahan. Kondisi ini dimungkinkanterjadi mengingat antara lain: tidak disadarinya manfaat dan fungsi pengolahan kotoran sapi, kurangnyapengetahuan proses pembuatan pupuk organik secara sederhana dan cepat, kurangnya pemahaman mengenainilai tambah pupuk organik dari kotoran ternak dan kurangnya pemahaman para peternak khususnya terhadapdampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran lingkungan oleh kotoran ternak.Dengan adanya pengolahan limbah ternak ini selain dapat mengatasi masalah lingkungan juga dapat memberikan nilai tambah bagi peternak karena mempunyai nilai ekonomis. Pembuatan kompos dapat mendukung kegiatan pertanian untuk mengembalikan kesuburan lahan.
 
Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan berupa kotoran ternak/feses, sisa pertanian, sisa makanan dan sebagainya. Proses pelapukan dipercepat dengan merangsang perkembangan bakteri untuk menghancurkan dan menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan. Penguraian bahan dibantu dengan suhu 60oC. Pengomposan merupakan proses biodegradasi bahan organik menjadi kompos dimana prosesdekomposisi atau penguraian dilakukan oleh bakteri,yeast dan jamur. Untuk mempercepat prosesdekomposisi bahan-bahan limbah organik menjadipupuk organik yang siap dimanfaatkan oleh tanamandilakukan proses penguraian secara artifisial. Kotoranternak sapi dapat dijadikan bahan utama pembuatankompos karena memiliki kandungan nitrogen,potassium dan materi serat yang tinggi. Kotoran ternakini perlu penambahan bahan-bahan seperti serbukgergaji, abu, kapur dan bahan lain yang mempunyai kandungan serat yang tinggi untuk memberikan suplainutrisi yang seimbang pada mikroba pengurai sehinggaselain proses dekomposisi dapat berjalan lebih cepatjuga dapat dihasilkan kompos yang berkualitas tinggi (Sukmawati dan Kaharudin, 2010).Kompos/pupuk organik menambah unsur hara makro dan mikro di dalam tanah. Selain itu kompos juga mampu memperbaiki struktur tanah sehingga dikatakan manfaat kompos adalah perbaikan tanah yang berkekalan.
Salah satu jenis kompos yang banyak dikembangkan saat ini adalah bokashi. Bokashi merupakan pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organikdengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4) sehingga waktu yang diperlukan dalam pembuatannya relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik danjamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh  dengan mudahdi sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam,  pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan tambahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme (www.deptan.go.id).
PERMASALAHAN
                Kotoran sapi ataupun pupuk kandang kotoran sapi tidak dapat langsung terurai menjadi kompos. Kotoran sapi tersebut masih dalam bentuk unsur yang kompleks, belum sederhana. Agar kotoran sapi tersebut dapat diubah menjadi unsur yang lebih sederhana, kotoran sapi tersebut harus dibusukkan terlebih dahulu. Bila kita menggunakan pembusukan alami, pembusukan akan memakan waktu yang sangat lama. Maka melalui cara kompos modern, kotoran sapi tersebut diolah dengan EM4 yang berisi mikroorganisme yang dapat membantu penguraian dan pembusukan agar kotoran sapi tersebut cepat menjadi bokashi. 
kotoran ternak sapi merupakan produk sampingan atau biasa disebut limbah dari peternakan sapi. Kotoran dan air kencing merupakan limbah ternak sapi yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternakselain limbah yang berupa sisa pakan. Pada umumnyasetiap kilogram dagingsapi yang dihasilkan ternak sapipotong juga menghasilkan 25 kg kotoran padat (Sukmawati dan Kaharudin, 2010). Kotoran tersebut jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan permasalahan seperti bau yang tidak sedap, menjadi sarang lalat dan bakteri patogen dan tentunya tidak nyaman dipandang mata. Oleh karena itu diperlukan suatu penanganan untuk mengolah kotoran sapi supaya tidak menimbulkan permasalahan tetapi bisa dimanfaatkan menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomis.
M 4 (Effective Microorganisms 4)
                Dalam pengkomposan terdapat berbagai macam cara. Salah satunya adalah EM4 . EM4 adalah sejenis bakteri yang dibuat untuk membantu dalam pembusukan pupuk kandang sehingga dapat di manfaatkan dalam proses pengkomposan. Kompos yang di hasilkan oleh cara ini ramah lingkungan berbeda dengan kompos anorganik yang berasal dari zat-zat kimia. Kompos ini juga mengandung zat-zat yang tak dimiliki pupuk anorganik yang baik bagi tanaman. Dengan bantuan bakteri tersebut maka daun pupuk kandang dapat menyisakan zat hara yang baik untuk tanaman. Keadaan anaerob saat pembusukan sangatlah penting, karena bakteri tersebut akan mati jika tercampur dengan gas atau udara dan tidak bisa di biakkan. Komposting dengan EM4 juga terbilang mudah sebab alat dan bahan gampang di temukan di pasaran.
BOKASHI PUPUK KANDANG KOTORAN SAPI
            Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari semua binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Penggunaan pupuk kandang segar secara langsung ke tanaman selalu tidak menguntungkan dan menimbulkan masalah karena kandungan, gulma, organisme penyebab penyakit dan senyawa toksik yang kemungkinan dikandung ekskresi. Penggunaan pupuk kandang segar kemungkinan besar timbul panas selama proses dekomposisi dan juga tanaman kekurangan unsur tertentu.Terlepas dari masalah polusi, proses fermentasi kemungkinan dihasilkan bahan pupuk yang lebih baik daripada bahan yang segar (http://ifey.info/kotoran)
Bokashi pupuk kandang merupakan proses fermentasi dari pupuk kandang segar yang menggunakan pupuk kandang, dalam kegiatan ini adalah pupuk kandang dari kotoran sapi sebagai bahan baku utamanya. Dalam prakteknya, pembuatan bokashi pupuk kandang dari kotoran sapi ini menggunakan bahan-bahan penunjang lain seperti arang sekam, dedak dan EM4 sebagai dekomposer. Penggunaan dekomposer EM4 dimaksudkan agar proses peragian atau fermentasi menjadi lebih cepat. Apabila tanpa menggunakan dekomposer, proses pengomposan bisa mencapai waktu hingga dua bulan sedangkan dengan penambahan dekomposer EM4 maka waktu yang digunakan pada proses pengomposan dapat dihemat yaitu hanya dalam waktu maksimal dua minggu.
Dalam proses pembuatan bokashi, pupuk kandang kotoran sapi secara alami akan mengalami pembusukan atau penguraian oleh mikroba atau jasad renik seperti bakteri, jamur, dan sebagainya. Pada proses penguraian dibutuhkan kondisi lingkungan yang optimal dan sesuai agar semakin cepat atau semakin baik mutu bokashinya. Kondisi yang dibutuhkan seperti ketersediannya nutrisi kelembaban yang tepat atau udara yang cukup. Proses pembuatan bokashi akan dimulai saat bahan-bahan yang dibutuhkan bercampur. Proses pembuatan bokashi secara sederhana terbagi menjadi dua tahap. Yaitu, tahap aktif dan tahap pematangan. Pada tahap awal pembuatan bokashi, oksigen dan senyawa yang mudah terurai akan di gunakan oleh mikroba mesofilik. Suhu akan meningkat dengan cepat hingga 50 – 70OC. Begitu juga dengan peningkatan pH kompos. Mikroba yang aktif pada tahap pertama ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif di suhu yang tinggi. Mikroba dengan memanfaatkan oksigen akan menguraikan bahan-bahan atau senyawa. Setelah sebagian besar bahan atau senyawa terurai perlahan-lahan suhu akan turun. Dan dilanjutkan tahap pematangan, yaitu pembentukan kompleks liat humus dan pengurangan bobot sebanyak 30%-40% dari bobot awal.
Nilai bokashi pupuk kandang kotoran sapi tidak hanya ditentukan berdasarkan pasokan bahan organik tetapi besarnya pasokan nitrogen. Nitrogen yang dilepaskan oleh aktivitas mikroorganisme kemudian dimanfaatkan oleh tanaman. Bokashi pupuk kandang kotoran sapi mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Penggunaan bokashi pupuk kandang kotoran sapi untuk mempertahankan kesuburan tanah merupakan bentuk praktek pertanian organik. Penggunaan bokashi pupuk kandang kotoran sapi yang dipadukan dengan pupuk kimia, kapur pertanian dan tanaman legum serta didukung pengolahan tanah yang baik mampu pengendalian gulma dan praktek pertanian yang lain akan berdampak baik bagi pengembangan pertanian terutama pengembangan pertanian organik.
Urin atau air kencing ternak merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan. Pengelolaan urin yang kurang baik akan menjadi masalah untuk lingkungan sekitar. Selain menimbulkan bau tak sedap, keberadaan urin yang tidak dikelola dengan baik menyebabkan gangguan kesehatan ternak sapi sendiri. Satu ekor sapi dewasa mampu menghasilkan rata-rata 15 liter urin per hari. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memanfaatkan urin sapi dengan mengolahnya menjadi pupuk cair yang sering disebut dengan nama

“Biourin”.
Biourin merupakan pupuk cair yang berbahan dasar urin yang mengandung unsur yang lengkap yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium dan unsur mikro yang lain yang bermanfaat untuk tanaman. Penggunaan urin sapi sebagai pupuk organik akan memberikan keuntungan diantaranya harga relatif murah, mudah didapat dan diaplikasikan, serta memiliki kandungan hara yang dibutuhkan tanaman. Kandungan urine sapi antara lain Nitrogen (N) : 1,4 hingga 2,2 % , fosfor ( P ) : 0,6 hingga 0,7% , dan kalium ( K ) 1,6 hingga 2,1%. Urin sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk biourin dengan cara menginkubasinya terlebih dahulu hingga terdekomposisi. Pada proses dekomposisi urin sapi ditambahkan lengkuas, kencur, kunyit,  temulawak dan jahe. Bau urin sapi diharapkan dapat dinetralisir dengan minyak atsiri yang terkandung dalam empon-empon. Minyak atsiri tersusun atas eugenol, yang berfungsi sebagai antimikroba, sehingga mikroba anaerob dalam proses pengomposan dapat berkurang. Berkurangnya mikroba anaerob ini menyebabkan berkurangnya bau pada biourin.
Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan pemakaian pupuk kimia akan menambah tingkat polusi tanah akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan menyebabkan pengerasan tanah. Kerasnya tanah disebabkan oleh penumpukan sisa atau residu pupuk kimia, yang berakibat tanah sulit terurai. Sifat bahan kimia adalah relatif lebih sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan organik. Pupuk organik padat lebih banyak dimanfaatkan pada usahatani, sedangkan limbah cair (urine) masih belum banyak dimanfaatkan. Urin sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair sehingga dapat menjadi produk pertanian yang lebih bermanfaat yang biasa disebut dengan biourine. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan memanfaaatkan limbah peternakan menjadi pupuk organik, untuk mencegah semakin merosotnya kesuburan tanah. Pupuk organik padat lebih banyak dimanfaatkan pada usahatani, sedangkan limbah cair (urine) masih belum banyak dimanfaatkan. Urin sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair sehingga dapat menjadi produk pertanian yang lebih bermanfaat yang biasa disebut dengan biourine. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik cair biasanya menggunakan EM4 yang dapat diperoleh di toko peternakan Mikroorganisme juga dapat di produksi sendiri dari bahan bahan alami (lokal) untuk mengurangi biaya produksi. Mikroorganisme lokal (MOL) dapat diproduksi dari bahan nabati maupun hewani. Miroorganisme yang berasal dari nabati menggunakan batang pisang, dan mikroorganisme hewani menggunakan kotoran ternak (feses). Pemanfaatan mikroorganisme lokal (MOL) mempunyai keuntungan dari segi biaya yang relatif murah dan mudah didapatkan.
Berdasarkan hasil survey dari seluruh potensi maupun permasalahan di Kabupaten Bone, maka secara umum dapat dikatakan bahwa permasalahan yang termasuk dalam lingkup sektor pertanian secara umum perlu ditangani secara serius, mengingat sektor peternakan dan pertanian merupakan sektor penghasil terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bone. Sektor peternakan dan pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat lokal dikabupaten bone dan merupakan sektor dengan tingkat penyerapan tenaga kerja tertiggi. Potensi limbah urine sapi sangat berlimpah, pada umumnya limbah urine belum dimanfaatkan secara maksimal, biasanya hasil limbah tersebut dibuang percuma. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan petai peternak dalam teknologi pemanfaatan limbah urine sapi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu sentuhan teknologi dengan pemanfaatan limbah urine sapi salah satunya adalah teknologi fermentasi urine. Untuk mengatasi perasalahan yang ada di Kecamatan Libureng dengan memanfaatkan limbah urine sapi melalui teknologi fermentasi sebagai pupuk cair sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat peternak dan menanggulangi penyebaran limbah di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone. 2. Pemanfaatan Urine Sapi Kegiatan pengabdian yang dilakukan di Kecamatan Libureng Kabupaten Bone pelaksanaannya diawali dengan survey ke lokasi untuk menentukan waktu yang tepat serta menetapkan kelompok peternak sapi yang dipilih untuk memberikan pelatihan. Selama ini peternak belum memanfaatkan limbah urine sapi yang hanya dibuang begitu percuma. Pemanfaatan urine sapi menjadi pupuk cair belum pernah dilakukan, karena peternak belum mengetahui cara pengolahan limbah urin sapi. Oleh karena itu perlu dikenalkan pemanfaatan urine sapi sebagai pupuk cair melalui teknologi fermentasi sederhana yaitu amonia fermentasi (amofer). Pada pertemuan dengan petani peternak diberikan penjelasan proses amonia fermentasi dengan menggunakan MOL (mikroorganisme lokal). Materi pelatihan yang diberikan yakni teknik penmpuangan urin sapid an teknik fermentasi urine sapi menjadi pupuk cair organic ramah lingkungan. Dengan adanya penyuluhan dan demo mengenai pemanfaatan urine sapi melalui teknologi fermentasi ini sangat membantu peternak dalam dalam pembuatan pupuk cair raham lingkungan. Penyuluhan dilakukan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Ceramah dilakukan untuk menyampaikan informasi tentang cara pembuatan pupuk cair dengan pemanfaatn limbah urine sapi. Dalam materi penyuluhan ini dilakukan pula evaluasi proses (evaluasi efek) dalam bentuk pertanyaan kontrol dengan tujuan untuk melihat perhatian dan minat peserta khususnya petani mengenai materi ini.
Urine sapi merupakan sisa ekresi dari metabolisme yang dilakukan oleh sapi, urine sapi hanya dibiarkan terbuang dengan percuma oleh para petani. Petani hanya menampung kotoran dari sapi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Murniyati dan Safriani (2012) menyebutkan “Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair karena kandungan zat hara pada urine sapi, terutama kandungan nitrogen, fosfor, kalium, dan air lebih banyak.” Berdasarkan fakta tersebut maka urine sapi layak dimanfaatkan untuk pupuk cair bagi tanaman para petani. Selain sebagai pupuk cair, urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pestisida pembasmi hama pada tanaman. Marlina (2012) menyebutkan “sampai saat ini hanya urine sapi yang diketahui berkhasiat sebagai pestisida”. Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pestisida ramah lingkungan karena mengandung unsur yang mampu mengusir dan membunuh hama tanaman yang menyerang tanaman para petani.

Perilaku Eksisting Masyarakat Peternak di Sepanjang Sungai Brangbiji Sumbawa dalam Penerapan Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM)

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (PSTL FTUI),...

Read MoreApril 3, 2024

Asesmen Lapangan Prodi Sosiologi UTS Terlaksana; Upaya Meningkatkan Standar Pendidikan

SUMBAWA – Program Studi Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan...

Read MoreApril 3, 2024

Dua Mahasiswi FTLM Wakili UTS dalam Ajang ON MIPA 2024

Sumbawa, 28 Maret 2024 – Dua mahasiswi Universitas Teknologi Sumbawa...

Read MoreApril 3, 2024

UTS Siapkan Elang Muda Untuk Pilmapres Nasional 2024 Mendatang

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (PILMAPRES) Universitas Teknologi Sumbawa tahun 2024 telah...

Read MoreApril 3, 2024